Pengusaha Dukung GPN, Bisnis 'Bawah Tanah' Digital Bakal Kena Pajak
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung langkah Bank Indonesia (BI) meluncurkan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Alasannya, transaksi perdagangan digital di Indonesia dapat terekam sehingga dapat diketahui level playing field yang setara.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menyatakan dengan adanya akses akses data secara lengkap, maka bisnis digital yang dilakukan diam-diam atau 'bawah tanah' dapat diregulasi dengan baik.
"Saya sangat mendukung adanya GPN ini, kalau memang betul-betul bisa dikonsolidasikan dan menjadi satu-satunya payment gateway, tentunya masalah selesai," ujar Hariyadi saat ditemui di Hotel Rafless, Jakarta, Senin (4/12).
(Baca: BI Resmikan Gerbang Pembayaran Nasional, Transaksi Bank Lebih Murah)
Hariyadi mengungkapkan banyak pengusaha konvensional kerap kesulitan bersaing dengan underground economy yang menggunakan teknologi digital ini. Dirinya mencontohkan penyedia aplikasi AirBnb yang memiliki pangsa pasar cukup besar di Indonesia, khususnya di Bali yang tidak terlacak data yang dimilikinya, sehingga kemungkinan tidak membayar pajak.
Selain persoalan pajak, kehadiran AirBnb dengan metode sharing economy juga akan memberatkan pertumbuhan bisnis hotel bintang tiga ke bawah. "Hotel yang paling kena dampaknya seperti hotel bintang satu. Yang jelas, penurunan (bisnis hotel) sudah terasa sejak tahun 2016," ujar Hariyadi.
Padahal untuk membangun hotel investor harus menaruh investasi cukup besar dengan berbagai syarat ketat. Namun dengan keberadaan Airbnb, investor kehilangan pasar akibat individu yang menyewakan ruang miliknya melalui aplikasi.
"Kami terbuka dengan digital ekonomi, tapi harus fair dengan mendapat hak dan kewajiban yang sama," ujar Hariyadi.
(Baca juga: Aturan Pembayaran Nasional Terbit, Dapat Hemat Devisa Negara)
Bank Indonesia (BI) secara resmi meluncurkan National Payment Gateway atau Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), hari ini. Fasilitas tersebut memungkinkan interkoneksi antar perusahaan switching dan interoperabilitas sistem pembayaran nasional. Dengan begitu, masyarakat bisa melakukan transaksi keuangan non tunai secara lebih mudah dan murah.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, GPN diharapkan akan mengurangi kompleksitas koneksi dari sebelumnya bersifat bilateral antarpihak terkait menjadi tersentralisasi. "Masyarakat pun dapat bertransaksi dari bank manapun dengan menggunakan instrumen dan kanal pembayaran apapun," kata
GPN diharapkan bisa mendorong sharing infrastruktur, sehingga pemanfaatan mesin ATM dan EDC dapat meningkat. Alhasil, biaya infrastruktur yang tadinya di keluarkan masing-masing bank dapat dialihkan untuk mendorong penyaluran kredit.
(Baca juga: Asosiasi Tuntut Pemerintah Berani Kejar Pajak E-Commerce Asing)