Adu Jepang dan Korsel, Kajian Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Maret 2018
Pemerintah akan mengambil keputusan mengenai skema pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya pada Maret 2018 mendatang. Pemerintah membutuhkan waktu tambahan untuk membandingkan hasil kajian antara Korea Selatan (Korsel), Jepang dan juga Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah masih mempertimbangkan teknologi yang akan digunakan untuk proyek ini. Terdapat dua opsi yang dipertimbangkan yakni antara narrow gauge dan standard gauge.
Selama ini Jepang menggunakan teknologi narrow gauge, dan pemerintah menggandeng Korea Selatan yang terbiasa menggunakan teknologi standard gauge.
"Kami minta dari Korea Selatan. Tadi Menteri Perhubungan minta Korsel," ujar Luhut saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Jumat (8/12).
(Baca: Bertemu Jepang, Jokowi Ingin Kereta Jakarta – Surabaya Lebih Kencang)
Luhut mengatakan, dirinya memang lebih condong menggunakan teknologi standard gauge. Alasannya, teknologi ini diklaim lebih maju dibandingkan narrow gauge. Di dunia pun, hanya tinggal Indonesia, Jepang, dan Australia yang menggunakan teknologi narrow gauge.
Dengan standard gauge, kereta ini bisa menempuh Jakarta-Surabaya hanya dengan waktu 3,5 jam karena memiliki kecepatan 200 km/jam. Namun, memang, biaya yang di keluarkan untuk menggunakan teknologi tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan narrow gauge.
Sementara itu, dari hasil pra-studi kelayakan yang dilakukan Japan International Cooperation Agency (JICA), dengan menggunakan sistem narrow gauge, jarak 748 kilometer Jakarta - Surabaya akan ditempuh dalam waktu 5,5 jam dengan kecepatan rata-rata 160 kilometer.
(Baca: Kajian Kereta Semicepat Jakarta – Surabaya Akan Dievaluasi Pihak Lain)
Walaupun akan memiliki dua kajian, Luhut memastikan, pemerintah tidak memiliki preferensi khusus untuk memilih satu diantara dua negara yang melakukan hal tersebut untuk membangun proyek ini. Luhut mengatakan, pemerintah akan mempertimbangkan tiga aspek yakni lingkungan, penggunaan tenaga ahli Indonesia, dan teknologi.
"Siapa memberikan tawaran lebih murah dengan teknologi lebih bagus, kami akan lari ke situ," ujar Luhut.
Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan, meski keputusan pada Maret 2018 mendatang, namun, pemerintah menginginkan agar tetap menggunakan jalur yang ada (eksisting) Jakarta-Surabaya. Alhasil, satu jalur akan digunakan khusus untuk proyek ini.
Budi mengatakan, walaupun hanya menggunakan satu jalur, Kereta Cepat Jakarta-Surabaya ini tetap bisa melakukan dua perjalanan sekaligus dari dan menuju Jakarta. Keduanya bisa bertemu di Stasiun Semarang, sebelum melanjutkan perjalanannya masing-masing.
Budi kembali menjelaskan, perbedaan di antara kedua teknologi mencapai Rp 30 triliun, lebih mahal standard gauge. "Jadi akan tambahan (kajian) dari para ahli agar lebih murah," ujar Budi.