PPATK Awasi Transaksi Bitcoin karena Rawan Pencucian Uang
Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengatakan pihaknya tengah melakukan pemantauan secara intens terhadap transaksi investasi mata uang digital (cryptocurrency), salah satunya bitcoin. PPATK menganggap cryptocurrency yang sedang berkembang berkembang di Indonesia berpotensi menimbulkan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Penguasaan teknologi dan penggunaan pembayaran seperti cryptocurrency menjadi tantangan tersendiri. Ini sudah mulai melibatkan kejahatan di situ di dalamnya," kata Dian di kantornya, Jakarta, Selasa (19/12).
(Baca: OJK Sulit Mengatur Investasi Bitcoin karena Tiga Faktor)
Menurut Dian, pemantauan lebih intens dimaksudkan agar penggunaan cryptocurrency tidak disalahgunakan. Karenanya, Dian mengatakan PPATK saat ini telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memantau penggunaan mata uang digital tersebut.
"Upaya sistematis harus kami lakukan, penguasaan substansi, koordinasi dengan pihak terkait juga perlu," kata Dian.
Dian mengatakan, upaya pemantauan itu telah dilakukan sejak awal tahun 2017. Hal itu dilakukan salah satunya dengan membentuk bidang khusus yang menangani persoalan teknologi finansial (fintech) dan kejahatan siber (cybercrime). "Semua jenis cryptocurrency sudah kami pantau," kata Dian.
(Baca juga: Fund Manager Masuk, Bitcoin Diramal Tembus US$ 10.000 di Akhir Tahun)
Selain itu, PPATK juga sedang menyusun regulasi untuk bisa mengawasi penggunaan cryptocurrency. Dian mengatakan, pihaknya telah mengidentifikasi titik-titik rawan yang dapat disalahgunakan atas pemakaian cryptocurrency dalam regulasi tersebut.
"Kami sedang merumuskan regulasinya, kami belum bisa publikasikan saat ini," kata Dian.
Popularitas cryptocurrency seperti bitcoin terus meningkat di Indonesia. Pertengahan Desember ini, nilai bitcoin bahkan telah menembus US$ 16.815 atau naik 2.069 persen dalam setahun.
BI mengimbau agar konsumen tidak berinvestasi menggunakan bitcoin karena hingga kini tak ada peraturan yang melindungi konsumen. BI telah melarang bitcoin dan cryptocurrency lainnya digunakan sebagai transaksi pembayaran baik oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran ( PJSP) ataupun financial technology (fintech).
Sementara itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum memberikan kejelasan legalitas bitcoin sebagai salah satu produk investasi. OJK saat ini masih melakukan observasi dan riset terkait penggunaan crytocurrency sebagai produk investasi.