Sri Mulyani Tunggu Audit BPK untuk Bayar Utang Subsidi Pertamina
![sri mulyani](https://cdn1.katadata.co.id/media/images/thumb/2017/10/31/2017_10_31-19_18_41_b1384555c2728af1f07587302773a745_620x413_thumb.jpg)
Pemerintah akan membayar subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan elpiji (Liquefied Petroleum Gas/LPG) kepada PT Pertamina (Persero). Namun, pemerintah akan membayar subsidi tersebut setelah ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan audit BPK ini untuk mengetahui besaran kewajiban yang harus dibayarkan pemerintah kepada Pertamina. “Cara kami untuk selesaikan pembayaran kalau berhubungan dengan policy adalah sesudah pengeluaran Pertamina diaudit BPK,” kata dia di Jakarta, Rabu (20/12).
Meski begitu, menurut Sri Mulyani, pemerintah sebisa mungkin akan membayarkan seluruh kewajiban subsidi yang ada di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017. Adapun tahun ini subsidi BBM jenis Solar dan minyak tanah dipatok Rp 10,23 triliun dan elpiji Rp 39,36 triliun.
Namun, Sri Mulyani tidak semua subsidi itu ditanggung pemerintah melalui APBN. Selain pemerintah, PT Pertamina (Persero) juga ikut menanggung selisih karena kebijakan harga Bahan Bakar Minyak jenis Solar dan Premium dan Solar tidak naik sejak April tahun 2016.
Dengan tidak ada perubahan harga itu, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman memprediksi perusahaannya akan kehilangan potensi pendapatan sebesar Rp 20 triliun. Ini karena yang dijual ke masyarakat di bawah harga keekonomian.
Sementara itu, menurut Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik, tunggakan yang belum dibayarkan pemerintah sejak tahun 2016 mencapai triliunan rupiah. “Hari ini, tagihan kami mencapai Rp 30 triliun," kata dia ketika rapat dengar pendapat komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM dan Pertamina di Jakarta, Senin (4/12).
(Baca: Surati Sri Mulyani, Pertamina Tagih Utang Subsidi Rp 30 Triliun)
Dampak Trend Harga Minyak
Di sisi lain, Sri Mulyani juga memperhatikan tren kenaikkan harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP). Sampai akhir tahun diprediksi realisasi ICP akan menyentuh level US$ 50 per barel. Angka ini lebih tinggi dari asumsi APBNP 2017 yakni US$ 48 per barel.
Kenaikkan ICP ini tentu akan berdampak pada subsidi energi. Hanya, Sri Mulyani belum mau menyebut pembengkakan angka subsidi. “Nanti saya sampaikan posisi sampai akhir tahun supaya tidak buat spekulasi,” ujar dia.
Untuk tahun 2018, Sri Mulyani mengatakan subsidi energi masih tetap dijalankan sesuai APBN. Tahun depan subsidi energi dipatok Rp 94,55 triliun. Perinciannya adalah BBM Solar dan minyak tanah Rp 10,28 trilin dan elpiji Rp 41,56 triliun.
Kenaikkan ICP ini juga tidak hanya berdampak pada subsidi, tapi akan meningkatkan penerimaan negara dari Pajak Penghasilan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Setiap ICP naik US$ 1 per barel, APBN surplus Rp 7 miliar. “Tentu itu dengan asumsi seluruh belanja subsidi masih sesuai APBN dan penerimaan negara di atas asumsi ICP,” ujar Sri Mulyani.