BNI Laporkan Telah Bayar Bunga Utang Jumbo dari Bank Tiongkok
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. melaporkan telah membayarkan bunga pinjaman kepada bank Tiongkok, China Development Bank (CDB) pada 2016-2017. Total bunga yang dibayarkan sebesar US$ 54,98 juta dan 257,38 juta Reminbi (RMB).
Pembayaran bunga ini terkait pinjaman dari CDB pada 2015 lalu sebesar US$ 3 miliar atau sekitar Rp 43 triliun (dalam kurs saat itu), untuk tiga bank pelat merah. BNI mendapat jatah pinjaman sebesar US$ 1 miliar.
(Baca: Soal Pinjaman Cina, Tiga Bank BUMN Klarifikasi ke DPR)
Saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI, Direktur Utama BNI Ahmad Baiquni memaparkan bunga yang dibayarkan dua kali dalam satu tahun. Rinciannya, sebesar US$ 11,98 juta dan RMB 64, 29 juta pada Maret 2016 serta Oktober 2016 sebesar US$ 13,35 juta dan RMB 59,91 juta. Kemudian US$ 14,54 juta dan RMB 59,52 juta pada Maret 2017 dan US$ 15,11 juta dan RMB 73,66 juta pada Oktober 2017.
"Sesuai jadwal, pembayaran pokok akan dilakukan mulai Oktober 2018, setiap enam bulan sekali atau seminggu sebesar US$ 46,67 juta dan RMB 126,87 juta," ujarnya di Gedung Nusantara 1, Komplek DPR RI, Jakarta, Senin (22/1).
Ahmad Baiquni juga menjelaskan bahwa pinjaman dari CDB yang dilakukan pada tahun 2015 ini adalah salah satu bentuk pendanaan non konvesional. Pinjaman ini bertujuan untuk memperkuat kemampuan bank untuk pembiayaan jangka panjang.
"Pinjaman dari CDB dengan tenor 10 tahun, akan memperpanjang rata-rata tenor bank sehingga mengurangi risiko likuiditas dan tingkat bunga," ujarnya. (Baca: Ini Alasan Tiga Bank BUMN Pinjam Dana dari Cina)
Pinjaman CDB ini juga dinilai memiliki keunggulan seperti tidak ada jaminan, penggunaan dana lebih fleksibel untuk proyek infrastruktur, industri, dan ekspor-impor. Kemudian, suku bunga yang lebih kompetitif dibandingkan dengan alternatif pendanaan lainnya.
Keuntungan lainnya, bisa menambah kepercayaan bank asing atau counter party (mitra pengimbang) terhadap BNI. Dengan begitu, BNI bisa lebih mudah mendapatkan pinjaman dengan nominal relatif besar dan berjangka waktu panjang lainnya.
(Baca: Tiga Bank Besar Pemerintah Akan Tambah Utang ke Cina)
Pinjaman dari CDB ini sebagian besar digunakan untuk pembiayaan infrastruktur sebesar 58 persen dan industri 40 persen. Dari sisi penyalur infrastruktur, 53 persen disalurkan ke sektor kelistrikan, 3 persen di transportasi, 1 persen jalan tol, dan 1 persen konstruksi.
Sedangkan, untuk penyaluran industri, semuanya dilakukan untuk pembiayaan jangka panjang pada sektor industri yang memiliki dampak berganda (multiplayer effect) yang tinggi pada perekonomian. "Yaitu 9 persen di industri pupuk, 3 persen industri kertas, 6 persen di industri semen, dan 1 persen industri tekstil," ujarnya.