Memicu Impor, Bulog Akui Penyerapan Gabah Petani Minim Tahun Lalu
Perum Bulog mengaku kesulitan menyerap gabah dan beras milik petani pada 2017 lalu. Akibatnya, pada akhir tahun lalu stok Bulog jatuh hingga kurang dari 1 juta ton, hingga pemerintah memutuskan impor.
Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti menyatakan, Bulog memiliki keterbatasan dalam menyerap gabah petani karena adanya ketentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Menurutnya, harga gabah di pasaran pada tahun lalu sudah jauh di atas HPP.
Menurutnya, Kementerian Pertanian tahun lalu menargetkan Bulog menyerap gabah setara 3,7 juta ton beras. Namun, pencapaian Bulog hanya sampai di kisaran 56,7% dari target tersebut.
“Kalau HPP di atas harga pasar, jangan cuma ditarget segitu, lebih juga saya mampu,” kata Djarot kepada Katadata di kantornya, Senin (22/1).
Dia mencontohkan, saat panen di Bojonegoro, Jawa Timur, petani menjual gabah kering panen (GKP) seharga Rp 5.200, sementara HPP hanya Rp 3.700 per kilogram. Dengan fleksibilitas 10% yang dimiliki Bulog pun, perusahaan pelat merah itu hanya mampu membeli seharga Rp 4.070 per kilogram.
(Baca juga: Bulog Siapkan Anggaran Rp 15 Triliun untuk Kelola Beras)
Kalaupun bisa menalangi kekurangan dana saat pengadaan, Bulog kemudian harus menjual beras sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 9.450 per kilogram untuk beras medium. “Kemudian saya harus jual di harga medium, siapa yang mau menanggung ruginya?” kata Djarot.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Pokja Dewan Ketahanan Pangan Pusat Khudori. Menurutnya, dalam dua tahun terakhir, harga gabah petani memang sudah lebih tinggi dari HPP yang ditentukan melalui Instruksi Presiden (Inpres) pada 2015 lalu.
“Mustinya harus ada penyesuaian karena ongkos usaha tani sudah naik tinggi,” ujar Khudori.
Khudori pun Ia pun mengusulkan HPP dinaikkan sekitar 20% tahun ini. Namun, pemerintah juga mesti mengantisipasi dampak dari meningkatnya HPP. Salah satunya peningkatan harga beras di tingkat konsumen. “Bisa menyebabkan inflasi juga,” ujarnya.
(Baca juga: Harga Beras Mahal, Pemerintah Perluas Jangkauan Operasi Pasar)