Stok Garam Menipis, Pabrik Garuda Food Terancam Berhenti Beroperasi
PT Garuda Food akan menghentikan kegiatan produksi sementara jika pasokan garam industri tidak segera tersedia dalam waktu dekat. Langkah tersebut akan menjadi opsi terakhir yang dilakukan perusahaan, sebab stok garam yang tersedia di pabrik saat ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi hingga dua pekan ke depan.
Head of Corporate Communication and Relation Garuda Food, Dian Astriana Yunianty mengatakan bahwa saat ini perusahaan ikut terdampak dari kondisi kelangkaan bahan baku garam industri. Stok garam perusahaan yang makin menipis diprediksi hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi hingga akhir bulan. Saat ini, dia mengaku pihaknya masih terus berupaya mencari tambahan pasokan garam dari beberapa suplier perusahaan.
"The worst condition mungkin kami akan stop sementara produksi pabrik," kata Dian kepada Katadata.co.id, Senin (12/3).
Menurutnya, minimnya pasokan akan berdampak besar terhadap jalannya lini produksi snack dan biskuit. Garuda Food saat ini tercatat sebagai produsen makanan ringan merek Kacang Garuda, Gery, Pilus Garuda, Leo dan Chocolatos. Sementara di lini produksi minuman, perusahaan memproduksi minuman SuperO2 dan minuman susu cair kemasan Clevo.
Selain Garuda Food, minimnya pasokan garam industri juga telah memukul produsen makanan lain. Sebelumnya Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang mengatakan perseroannya terancam setop beroperasi apabila pemerintah tak kunjung memberikan izin impor garam. Saat ini stok garam yang tersedia bagi produsen makanan dan minuman tersebut hanya tersisa hingga akhir April 2018.
(Baca : Kekurangan Stok Garam, Bisnis Indofood Group Terancam Terganggu)
"Pasti (perusahaan akan setop operasi) kalau kuota impor (garam) tidak terselesaikan," kata Franciscus Welirang kepada Katadata.co.id, Sabtu (10/3).
Franky mengatakan kebutuhan garam Indofood Group sebanyak 50 ribu ton per tahun. Jumlah ini 10,8% dari kuota impor garam industri makanan dan minuman sebanyak 460 ribu ton.
Indofood Group memproduksi aneka makanan dan minuman mulai dari mi instan, snack, dairy, minuman kemasan, penyedap masakan, hingga nutrisi dan makanan khusus. Semua produk ini membutuhkan garam.
Sebelumnya Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk menyatakan stok bahan baku garam untuk industri makan dan minuman saat ini hanya tersisa sekitar 50 ribu ton. Stok itu kemungkinan akan habis terpakai untuk masa dua hingga tiga pekan mendatang.
Tony menyebutkan beberapa perusahaan besar terkena dampak dari kekurangan stok bahan baku garam, seperti Indofood, Garuda Food, Unilever dan Wings Food. Perusahaan-perusahaan tersebut berpotensi menghentikan kegiatan produksinya.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman mengatakan penggunaan garam merupakan komponen yang kecil dari biaya produksi. Dia mencontohkan untuk produk mi instan seharga Rp 2.000, biaya untuk garam hanya sekitar Rp 2 sampai Rp 5. Namun tanpa ada pasokan garam, produksi makanan dan minuman tak dapat jalan.
(Baca juga: Stok Garam Tersisa Buat 3 Pekan, Industri Mamin Terancam Setop Operasi)
Adhi mengungkapkan, saat ini kebutuhan industri makanan dan minuman untuk garam industri mencapai 535 ribu ton. Sehingga, kepastian bahan baku mesti tersedia agar tidak menghambat produktivitas pelaku industri.
Telebih menjelang periode Ramdhan dan Lebaran, di mana kebutuhan makanan dan minuman secara musiman akan meningkat.“Produksi jangan sampai terhenti,” tutur Adhi.
Sengkarut kebutuhan dan pasokan garam industri juga terjadi di tataran Kementerian, dimana masing-masing pihak bersikukuh memiliki data yang benar.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti menuturkan pihaknya telah memberi rekomendasi impor garam sebanyak 1,8 juta ton, lebih sedikit dari perhitungan awal yang diperkirakan sebesar 2,13 juta ton.
Sementara itu, data Kementerian Perindustrian justru mencatat kebutuhan garam industri mencapai 3,7 juta ton. Itu berarti garam impor hanya akan memenuhi sekitar separuh dari total kebutuhan industri. Di lain pihak, Kementerian Perdagangan diketahui telah menerbitkan izin impor sebesar 2,37 juta ton kepada 21 perusahaan. Sisa kuota impor yang belum diterbitkan masih menunggu rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Menanggapi soal rekomendasi impor garam, Brahmantya menyatakan telah memberi rekomendasi sesuai perhitungan neraca garam nasional yang pada mengacu Undang-undang (UU) Nomor 7 Perlindung Nelayan dan Petambak Garam. Sehingga, rekomendasi tidak menghitung kebutuhan perusahaan secara detail. “Kasihan petani rakyat,” tuturnya.
Menurutnya, produksi garam nasional bisa mencapai 1,5 juta ton serta hasil produksi petambak garam bisa memenuhi standar kebutuhan industri. Rekomendasi juga telah disampaikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Agro Panggah Susanto juga menuturkan kebutuhan industri tidak bisa menunggu panen garam. Data ketersediaan bahan baku juga mesti dihitung secara tepat untuk memastikan kegiatan produksi. “Bisa dilihat pabriknya dan kapasitasnya,” ujarnya.
Rekomendasi impor garam sebelumnya berasal dari Kementerian Perindustrian mulai dialihkan ke KKP sejak 2015. Sehingga, perbedaan data yang muncul kemudian menjadi persoalan baru.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan seharusnya persoalan izin impor garam industri tak menjadi persoalan. Apalagi Wakil Presiden Jusuf Kalla telah memerintahkan Kementerian Perdagangan mengeluarkan izin impor garam industri.
"Mestinya tak ada masalah, karena Wapres Jusuf Kalla sudah memerintahkan (diterbitkan izin) impor kepada industri yang menggunakan garam industri," kata Luhut, Jumat (10/3).