Rupiah Tertekan, BI Anggap Investasi di Indonesia Masih Menarik

Rizky Alika
Oleh Rizky Alika - Dimas Jarot Bayu
26 April 2018, 21:05
SERAHKAN NAMA CALON DK OJK
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) bersama Menteri Koordinator Ekonomi Darmin Nasution (tengah) dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (kanan) usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (13/3/2017).

Bank Indonesia (BI) menampik anggapan berinvestasi di Indonesia saat ini tidak menarik karena adanya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

"Saya tidak sependapat karena Indonesia merupakan negara berkembang dengan profil ekonomi yang menarik bagi investor luar negeri," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo di Gedung BI, Jakarta, Kamis (26/4).

Menurutnya, ekonomi Indonesia memiliki ukuran yang besar dengan pasar masyarakat menengah yang terus tumbuh serta daya saing yang meningkat.

Hal ini didukung oleh reformasi sektor riil yang dilakukan pemerintah dengan mempermudah perizinan, seperti pemberian insentif pajak berupa tax allowance dan tax holiday. Selain itu, pemerintah juga lakukan perbaikan Ease of Doing Business (EoDB).

(Baca juga: BI Tak Ragu Naikkan Bunga Acuan Jika Kurs Rupiah Bahayakan Stabilitas)

Dari sisi fiskal, pemerintah juga lakukan reformasi sehingga defisit aggaran tetap terjaga. "Kami negara yang 18 tahun terakhir tidak pernah defisit fiskalnya melebihi 3%. Kalau negara lain bisa sampai 4%," ujar dia.

Adapun momentum ekonomi Indonesia berlanjut diikuti sistem keuangan kuat, kepercayaan asing terus membaik yang tercermin pada kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Moody's Investment Grade dan Fitch Ratings yang menaikan 1 notch di atas imvestment grade yang terendah.

Di sisi lain, Agus menilai pelemahan rupiah terjadi karena penguatan mata uang Amerika Serikat terhadap hampir semua mata uang dunia. Penguatan dolar AS merupakan dampak dari berlanjutnya kenaikan US treasury atau suku bunga obligasi AS sampai 3,03% yang tertinggi sejak tahun 2013.

Selain itu, depresiasi rupiah juga disebabkan oleh faktor musiman, yaitu permintaan valuta asing yang meningkat pada triwulan II untuk keperluan pembayaran utang luar negeri serta pembiayaan impor dan dividen.

Dengan memperhatikan perkembangan tersebut, BI telah melakukan langkah-langkah stabilisasi baik di pasar valas maupun pasar Surat Berharga Negara (dual intervention) untuk meminimalkan depresiasi yang terlalu cepat dan berlebihan.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...