Kemenkeu Dukung KPK Ungkap Kasus Makelar APBN-P 2018
Kementerian Keuangan mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengungkapkan dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Ditjen Perimbangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo.
Yaya bersama Anggota Komisi XI DPR RI Amin Santono, dan dua orang pihak swasta yakni Eka Kamaluddin dan Ahmad Ghiast terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait pembahasan Dana Perimbangan Keuangan Daerah pada Rancangan APBN-Perubahan 2018.
"OTT KPK merupakan kerja sama dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hal ini menunjukkan komitmen kuat Kemenkeu dalam pemberantasan korupsi," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti dalam pernyataan tertulis yang diterima Katadata.co.id, Senin (7/5).
(Baca juga: KPK Selamatkan Aset Negara Rp 2,8 Triliun Selama Tahun 2017)
Nufransa menjelaskan, Yaya sama sekali tidak memiliki kewenangan mengalokasikan anggaran transfer ke daerah atau menilai usulan anggaran dari daerah. "Namun modus yang dilakukan menunjukkan adanya ikhtiar untuk melakukan makelar pengurusan APBN," kata dia.
Kemenkeu akan segera membebastugaskan Yaya untuk memperlancar proses hukum yang tengah berlangsung. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun telah menginstruksikan kepada seluruh jajaran eselon 1 untuk meneliti kembali seluruh proses penyusunan dan pembahasan anggaran.
"Untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya potensi korupsi dan penyalahgunaan wewenang di seluruh lapisan dari atas hingga jajaran staf."
KPK telah menahan empat tersangka atas dugaan perkara penerimaan hadiah atau janji terkait usulan Dana Perimbangan Keuangan Daerah dalam RAPBN-P 2018. Penetapan tersebut setelah operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada Jumat (4/5) malam di Jakarta.
(Baca juga: Zumi Zola Jadi Tahanan KPK Kasus Dugaan Gratifikasi Rp 6 Miliar)
Dalam perkara ini, KPK mengamankan uang sebesar Rp 500 juta. Uang tersebut diduga sebagai bagian dari 7% commitment fee dari dua proyek di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumedang dengan total sekitar Rp 25 miliar.
Salah satu proyek itu berasal dari Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan di Kabupaten Sumedang senilai Rp 4 miliar. Proyek lainnya berasal dari Dinas PUPR Kabupaten Sumedang senilai Rp 21,850 miliar.
"Diduga commitment fee sekitar Rp 1,7 miliar," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Sabtu (6/5).
Saut mengatakan, uang Rp 500 juta yang diberikan Ghiast berasal dari para kontraktor di lingkungan Pemkab Sumedang. Ghiast diduga berperan sebagai koordinator dan pengepul dana untuk memenuhi permintaan Amin.
Sebanyak Rp 400 juta diberikan secara tunai kepada Amin pada 4 Mei 2018 sebelum KPK melakukan OTT. "RP 100 juta diberikan melalui transfer kepada EKK (Eka Kamaluddin)," kata Saut.
Kronologis kasus
Saut menjelaskan, OTT keempatnya awalnya diketahui KPK pada Jumat (4/5) pukul 19.30 WIB. Ketika itu KPK mendapatkan informasi adanya pertemuan antara Amin, Eka, Yaya, dan Ghiast di sebuah restoran di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur.
Saat pertemuan berlangsung, KPK menduga terjadi penyerahan uang Rp 400 juta dari Ghiast kepada Amin. Uang tersebut dipindahkan dari kendaraan milik Ghiast kepada Amin di parkiran.
(Baca: Tren Korupsi Meningkat, KPK Dikebiri)
Setelah uang dipindahkan, tim KPK mengamankan Amin yang meninggalkan restoran bersama supirnya di jalan keluar bandara. Tim KPK lalu menemukan uang tersebut dibungkus dua amplop coklat dan dimasukkan dalam tas jinjing.
Tim KPK lainnya kemudian mengamankan Eka, Ghiast, beserta tiga orang lainnya yang ikut hadir dalam pertemuan di restoran tersebut. Adapun, KPK bergerak ke Bekasi untuk mengamankan Yaya di kediamannya.
"Selain mengamankan uang tunai Rp 400 juta, tim juga mengamankan bukti transfer sebesar Rp 100 juta dan dokumen proposal," kata Saut.
(Baca juga: KPK Tangkap Pejabat Pajak, Sri Mulyani: Bersihkan Pengkhianat)
Saut mengatakan, dalam kegiatan ini KPK mengamankan sejumlah aset yang diduga terkait tindak pidana, antara lain logam mulia berbentuk emas seberat 1,9 kilogram, uang tunai sebesar Rp 1,84 miliar. KPK juga mengamankan uang SGD 63.000 dan US$ 12.500.
Amin, Eka, dan Yaya sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Ghiast sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.