Impor Bahan Baku & Penjualan Truk Naik, Industri Tumbuh Positif
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan pada April 2018 mencapai US$ 1,63 miliar dengan nilai impor mencapai US$ 16,09 miliar. Nilai impor itu melonjak 34,68% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year) sebesar US$ 11,95 miliar.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Harjanto mengatakan, kenaikan impor bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industri. Impor April 2018 terdiri dari bahan baku/ penolong sebesar 74,32% dari total nilai impor, sedangkan barang modal dan konsumsi masing-masing berkontribusi sebesar 16,29% dan 9,39%.
(Baca juga: Jelang Puasa, Neraca Dagang April 2018 Defisit US$ 1,63 miliar)
Menurut Harjanto, meningkatnya impor, utamanya bahan baku, menandakan pertumbuhan industri yang makin membaik. Sebab, produktivitas industri akan semakin tinggi ketika bahan baku yang disuplai kian banyak. "Itu akan sejalan semua," kata Harjanto di kantornya, Jakarta, Kamis (17/5).
Harjanto mengatakan, menggeliatnya kegiatan industri pun terlihat dari permintaan kendaraan niaga yang bertambah. Penjualan mobil pada kuartal I/2018 paling besar disumbang dari truk niaga dengan beban lebih dari 24 ton sebanyak 6.935 unit atau tumbuh 68% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Karena itu kebutuhan truk dan lainnya untuk support (kegiatan industri) juga naik," kata Harjanto.
Wakil Presiden PT Astra Daihatsu Motor Sudirman Maman Rusdi mengatakan, penjualan kendaraan niaga memang akan naik seiring tumbuhnya industri. Sudirman menilai, pertumbuhan ini sebenarnya sudah dirasakan sejak tahun lalu. Proporsi impor bahan baku untuk industri otomotif rata-rata mencapai 60%.