Kemenkumhan Tak Setujui Rencana KPU Larang Eks Koruptor Jadi Caleg

Dimas Jarot Bayu
7 Juni 2018, 19:26
Yasonna Laoly
ANTARA/Hafidz Mubarak
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus korupsi e-KTP, Senin (3/7/2017).

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menilai rencana Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mantan terpidana korupsi mengikuti Pemilu Legislatif, bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Yasonna kemungkinan tidak akan menandatangani PKPU yang telah diajukan KPU.

Yasonna menilai pelarangan mantan terpidana korupsi ikut Pileg akan membatasi hak asasi manusia (HAM). Menurutnya, pelarangan itu membuat mantan terpidana korupsi akan kehilangan hak politiknya. Padahal, seharusnya pencabutan hak politik seseorang hanya bisa dilakukan melalui putusan pengadilan ataupun UU.

Yasonna menilai PKPU bukanlah UU dan tingkatan PKPU bahkan masih berada di bawah aturan turunan UU, seperti Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden.

(Baca juga: Tak Didukung Jokowi, KPU Kukuh Larang Mantan Napi Ikut Pileg)

Yasonna beranggapan tiap lembaga seharusnya tak membuat aturan yang bertentangan dengan konstitusi dengan alasan memiliki kewenangan khusus. Jika kerap dilakukan, dia menganggap hal ini akan menjadi preseden buruk.

“Nanti OJK, BPK, BI, sudah tahu dia bertentangan dengan Undang-undang, buat saja karena suaranya sendiri. Tidak bisa begitu. Jadi kami letakkan saja secara benar,” kata Yasonna.

Alasan lainnya Yasonna menolak wacana pelarangan mantan terpidana korupsi ikut Pileg karena dia memprediksi akan banyak pihak yang menggugat. Jika nantinya KPU kalah dalam persidangan, maka akan dimintai ganti rugi.

Yasonna menilai, hal ini berpotensi menambah beban negara.  “Uang KPU kan uang negara. Jadi harus melihatnya panjang,” kata Yasonna.

Yasonna mengusulkan agar wacana larangan koruptor jadi caleg dilakukan dengan cara lain, misalnya mengundang partai politik mendeklarasikan bersama untuk tidak mencalonkan mantan narapidana korupsi. KPU, lanjutnya, dapat mengelola hal tersebut dengan baik sehingga mampu meyakinkan publik.

“Supaya jangan biasa, mentang-mentang bisa buat peraturan, tabrak saja peraturan di atasnya,” kata dia.

(Baca juga: KPU Klaim Berwenang Terbitkan Larangan Eks Napi Korupsi Jadi Caleg)

KPU sebelumnya berkukuh untuk menerbitkan aturan melarang mantan narapidana korupsi untuk maju Pileg. Draf aturan tersebut bahkan sudah disampaikan ke Kemenkumham untuk diundangkan. Kendati, Kemenkumham bersama Kemendagri, Bawaslu, serta DPR menolak adanya wacana tersebut.

Penolakan juga muncul dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), konstitusi telah menjamin pemberian hak kepada seluruh warga negara berpolitik, tak terkecuali mantan narapidana korupsi. Jokowi pun meminta agar KPU menelaah kembali wacana pelarangan itu.

Berbeda pendapat, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan penolakan atas wacana pelarangan mantan terpidana korupsi ikut Pileg aneh. Menurut Kalla, semua pihak tentu menginginkan parlemen yang bersih dan bermartabat.

Publik menginginkan agar wakil rakyat diisi oleh bukan bekas koruptor. Selain itu, Kalla menilai anggota parlemen yang diisi bekas koruptor kurang enak dilihat. “Masa sudah jelas ada masalahnya bisa diinginkan lagi jadi anggota DPR,” kata Kalla.

Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...