Impor Mereda, Gubernur BI Ramal Neraca Dagang Surplus US$ 900 Juta
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan neraca perdagangan Juni akan berbalik surplus sekitar US$ 900 juta, setelah dua bulan berturut-turut mengalami defisit besar di atas US$ 1,5 miliar. Penyebabnya, impor musiman yang mulai mereda.
Ia menjelaskan, impor alat-alat strategis untuk kebutuhan infrastruktur dan bahan makanan meningkat karena faktor musiman yaitu menjelang Lebaran. "Dengan mulai meredanya itu neraca perdagangan akan kembali surplus," kata dia di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jaarta, Senin (10/7).
Selain karena meredanya impor, ia menyebut surplus neraca dagang didukung oleh membaiknya kinerja ekspor. Dengan perkembangan tersebut, ia memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan -- neraca dagang barang dan jasa -- bisa lebih rendah dari 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Tahun lalu, defisit transaksi berjalan sebesar 1,7% terhadap PDB.
(Baca juga: Biodiesel jadi Senjata Pemerintah Tekan Impor Migas)
Neraca dagang tercatat mengalami defisit pada Januari, Februari, April dan Mei tahun ini. Defisit besar terjadi pada April yaitu sebesar US$ 1,6 miliar dan berlanjut pada Mei yaitu sebesar US$ 1,5 miliar. Defisit bulanan itu merupakan yang terbesar sejak Mei 2014. Dengan perkembangan tersebut, defisit neraca dagang telah mencapai US$ 2,8 miliar tahun ini.
Adapun saat ini, pemerintah tengah berupaya mengurangi defisit neraca dagang lantaran hal itu memperburuk pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah yakni mengkaji peningkatan konsumsi biodiesel untuk mengurangi impor minyak dan gas (migas).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan sektor migas merupakan penyumbang defisit terbesar dalam neraca perdagangan Januari hingga Mei 2018. “Impor migas perlu diperlambat, salah satu caranya dengan meningkatkan penggunaan biodiesel,” kata dia, pekan lalu.
(Baca juga: Impor Tekan Rupiah, Ekonom: Perbanyak Produk Lokal Buat Infrastruktur)
Ia pun meyakinkan, pemerintah bakal berhati-hati merumuskan kategori barang yang impornya akan ditekan. Sebab, pengereman impor barang modal dan bahan baku bakal menghambat kegiatan produksi, dan berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi.