Indonesia jadi Negara Pertama Publikasikan Laporan Transparansi Migas
Indonesia menjadi negara pertama dari 51 anggota Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) yang mempublikasikan laporan transparansi perdagangan minyak dan gas bumi (migas). Laporan itu dipublikasikan awal tahun 2018.
Laporan tersebut memuat sejumlah rekomendasi untuk perbaikan tata kelola di sektor migas. Penyelesaian laporan dilakukan setelah melalui sejumlah diskusi oleh Tim Pelaksana EITI, yang terdiri dari perwakilan pemerintah, perusahaan, dan perwakilan masyarakat sipil.
Asisten Deputi Industri Ekstraktif, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ahmad Bastian Halim berharap penyelesaian laporan ini dapat memberikan manfaat bagi Indonesia. “Selain mendapatkan rekomendasi perbaikan tata kelola di sektor migas, Indonesia juga memiliki kesempatan untuk menentukan arah dari standar transparansi sektor migas di tingkat global” kata dia di Jakarta, Jumat (20/7).
Salah satu rekomendasi dalam laporan itu yakni transparansi data impor dan perdagangan domestik yang mencakup sebagian besar dari total perdagangan komoditas sektor migas. Selain itu, perlu penyusunan semua prosedur terkait penetapan Harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), seperti panduan mengenai prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan harga.
Panduan itu penting sebagai transparansi pembentukan harga minyak. “Sehingga nantinya akan dapat ditemui harga yang adil bagi industri maupun masyarakat,” ujar Bastian.
Keterbukaan informasi di sektor migas, merupakan salah satu hal yang disyaratkan dalam Standar Extractive Industries Transparency Initiative (EITI). Apalagi Indonesia menjadi salah satu negara pelaksana EITI bersama 50 negara lainnya.
(Baca: “Transparansi Harus Jadi Prioritas”)
Transparansi perdagangan migas didasarkan pada banyaknya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di banyak negara, yang memegang peranan penting dalam proses produksi, hingga proses penjualan atas nama pemerintah. Pemerintah di banyak negara, memperoleh pendapatan yang bukan hanya berupa uang. Pendapatan secara fisik (in kind) ini, dapat dilihat pada kepemilikan BUMN pada saham, lisensi produksi, atau ketika perusahaan melakukan pembayaran dengan komoditas fisik.