Mulai Oktober, Bank Penyalur Pembiayaan Rumah Dievaluasi Rutin
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan memperketat pengawasan atas kinerja bank pelaksana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan mulai Oktober 2018.
Budi Hartono selaku Direktur Utama Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR mengatakan, langkah tersebut bertujuan mengoptimalkan penyaluran dana melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
"Kami akan melakukan evaluasi dan melakukan penyesuaian target jika bank pelaksana FLPP tidak mencapai komitmen yang telah disepakati di dalam perjanjian kerja sama operasi," katanya, di Jakarta, Selasa (14/8).
Kementerian PUPR melalui Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) melakukan perubahan Perjanjian Kerja Sama Operasi (PKO) dengan 39 bank pelaksana FLPP. Disahkan pula PKO baru dengan empat bank, yaitu PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk., unit usaha syariah (UUS) BTN, PT Bank KEB Hana Indonesia, dan PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk.
Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti mengatakan, jumlah keseluruhan bank pelaksana FLPP pada tahun ini mencapai 43, terdiri dari sebelas bank umum nasional dan 32 lainnya merupakan bank pembangunan daerah (BPD).
"Pemerintah menyediakan alternatif pembiayaan untuk perbankan melalui Sarana Multigriya Finansial yang menyediakan cost of fund murah kepada bank pelaksana," ujarnya.
Lana menjelaskan, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF hadir untuk membantu bank pelaksana FLPP yang membutuhkan dana jangka menengah maupun panjang. Saat ini, terdapat 21 bank yang bekerja sama dengan perseroan.
Direktur Utama SMF Ananta Wiogo mengatakan, program kredit pemilikan rumah (KPR) dengan suku bunga tetap yang difasilitasi perseroan diharapkan bisa mengatasi mismatch funding dalam penyaluran KPR berskema FLPP.
"Kami optimistis dengan adanya sinergi yang kuat, program sejuta rumah dapat tercapai dan memberikan kontribusi luar biasa bagi perekonomian Indonesia," tuturnya.
Sejak awal tahun ini sampai dengan 9 Agustus, FLPP dimanfaatkan untuk mendanai pemilikan 12.885 unit rumah, jumlah ini setara dengan Rp 1,48 triliun.
Kementerian PUPR mengubah proporsi pembiayaan di dalam skema FLPP menjadi 75% dari pemerintah dan 25% lainnya oleh bank. Hal ini tertuang di dalam Keputusan Menteri (Kepmen) PUPR No. 463/2018 tentang Proporsi Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera.
Regulasi tersebut berlaku mulai 20 Agustus 2018. Pertimbangan pemerintah ialah hendak mengurangi beban fiskal serta mendorong bertambahnya populasi rumah bersubsidi.