Cegah Pelanggaran, Bea Cukai Verifikasi Beda Data Ekspor Batu Bara
Direktorat Jendral Bea Cukai (DJBC) akan melakukan verifikasi data ekspor batu bara. Ini untuk menghindari adanya pelanggaran hukum akibat perbedaan data ekspor batu bara.
Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Bea dan Cukai Deni Surjantoro mengatakan verifikasi ini juga akan melibatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan Pusat Statistik (BPS). Verifikasi ini untuk mengetahui perbedaan yang terjadi. “Apakah yang dicatat ESDM keseluruhan produksi suatu perusahaan, sedangkan yang tercatat di DJBC hanya batu bara yang di ekspor,” kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (9/10).
Menurut Deni, saat ini DJBC juga melakukan sinergi dengan Direktorat Jenderal Pajak dengan bentuk program bersama (Joint Program). Salah satu fokus utamanya adalah terkait dengan kegiatan eksportasi batu bara.
Seiring berjalannya waktu, kegiatan itu berusaha menggandeng instansi lain. Melalui Kementerian Keuangan, Deni mengatakan akan ada rapat yang mengundang Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, Bank Indonesia dan Direktorat Jenderal Anggaran.
Berdasarkan rapat tersebut diharapkan kami dapat melakukan pengawasan yang maksimal terkait dengan kegiatan pertambangan batubara, terjadi perukaran dan sinkronisasi data. “Serta saling menutup celah terjadinya pelanggaran,” ujar Deni.
Adapun, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/7/2014 yang telah terakhir diubah menjadi Permendag No. 95 tahun 2018, eksportasi batu bara harus dilakukan eksportir terdaftar batu bara dan telah dilakukan verifikasi oleh Surveyor. Lalu dituangkan dalam Laporan Surveyor (LS) yang nantinya digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean (terkena aturan pembatasan).
Koordinator Divisi Riset ICW Firdaus Ilyas mengatakan selama 2006 hingga 2016, pemerintah tidak memiliki data ekspor batu bara yang sama. Sebagai contoh, dalam periode tersebut, catatan Kementerian Perdagangan menyebutkan ekspor batu bara 3.421,6 juta ton. Namun, menurut Kementerian ESDM volume ekspor batu bara Indonesia periode yang sama sebesar 2.902,1 juta ton.
Tak hanya antarkementerian, data ekspor yang dicatat Kementerian Perdagangan berbeda dengan negara pengimpor batu bara. Negara penerima batu bara Indonesia ini hanya 3.147,5 juta ton.
(Baca: Perbedaan Data Ekspor Batu Bara Buka Celah Korupsi)
Secara keseluruhan nilai indikasi kerugian negara akibat penyimpangan ekspor batu bara 2006-2016 itu mencapai Rp 133,6 triliun. Ini berasal dari kewajiban pajak sebesar Rp 95,2 triliun dan royalti (DHPB) sebesar Rp 38,5 triliun yang tidak tersetorkan. "Ketidaksinkronan ini membuka celah untuk terjadi penyimpangan," kata Firdaus dalam diskusi Publish What You Pay Indonesia bertajuk Strategi Pengelolaan Batubara Nasional: Tantangan Fiskal dan Transisi Energi di Jakarta, Kamis (4/10).