Regulasi Baru Taksi Online Mengatur Tarif, Kuota dan Standar Layanan
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) targetkan regulasi baru terkait taksi online bakal selesai pada November 2018. Regulasi tersebut bakal memuat berbagai ketentuan, dari kuota hingga standar minimal pelayanan taksi online.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kemenhub Budi Setiyadi menjelaskan, Mahkamah Agung (MA) memberi waktu tiga bulan bagi instansinya untuk membuat aturan baru. Batas waktu tersebut terhitung sejak MA membatalkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 pada September lalu.
Namun, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta agar penerbitan aturan tersebut dipercepat. Alasannya, karena pengguna taksi online cukup banyak di Indonesia sehingga perlu payung hukum untuk operasionalnya.
"Kami harap final pekan ini. Jadi minggu depan mulai uji publik di enam kota," kata Budi di kantornya, Jakarta, Rabu (31/10). Keenamnya adalah Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Makassar, dan Medan.
Budi Setiyadi menjelaskan, regulasi baru tersebut memuat 29 pasal. Salah satu yang diatur adalah batas wilayah operasi. Pengemudi taksi online yang terdaftar di DKI Jakarta, tidak bisa beroperasi di Tangerang atau wilayah lainnya. Kemenhub akan meminta aplikator membuat sistem untuk pengawasannya.
(Baca juga: Hindari Pelecehan, Kemenhub Pantau Proses Seleksi Sopir Taksi Online)
Regulasi itu juga mengatur kuota. Jumlahnya akan diserahkan kepada Gubernur, jika menyangkut satu provinsi. Namun, bila bersinggungan antara dua provinsi, maka yang mengatur adalah pemerintah pusat. Misalnya, kota yang beririsan antara DI Yogyakarta dengan Jawa Tengah (Jateng) maka kuota diatur oleh Kemenhub.
Khusus untuk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), kuota taksi online yang boleh beroperasi akan diatur oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).
Selain itu, regulasi ini memperketat aturan tarif. Besaran tarif batas bawah wilayah I yang meliputi Sumatera, Jawa dan Bali sebesar Rp 3.500 per kilometer (km) dan tarif batas atas Rp 6.000 per km. Sementara untuk tarif di wilayah II termasuk Nusa Tenggara dan Kalimantan dibatasi minimal Rp 3.700 per km dan maksimal Rp 6.500 per km.
Untuk memastikan ketaatan aplikator, staf Kemenhub bakal menyamar sebagai penumpang untuk melakukan pengecekan. Apabila diketahui ada pelanggaran, bukti pembayaran akan disampaikan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Nantinya, Kominfo akan memberikan sanksi berupa surat peringatan pertama hingga kedua. Bila kedua surat itu tidak juga memberi efek jera, maka ada sanksi yang lebih berat.
Sanksinya, akan didiskusikan oleh Kemenhub bersama dengan Kominfo dan Korps Lalu Lintas Kepolisian RI (Korlantas Polri). "Kami pertimbangkan sanksi lain. Tetapi, perusahaan sebesar itu kami rasa ada respons positif dari mereka," kata Budi.
(Baca juga: Tinggalkan Argo, Bluebird Siap Adopsi Skema Tarif Taksi Online)
Direktur Angkutan dan Multimoda Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Darat Kemenhub Ahmad Yani menambahkan, aplikator seringkali melanggar kebijakan tarif pada saat jam sibuk atau ketika pesanan terjadi di wilayah perkantoran. "Biasanya tarifnya lebih mahal. Kalau sepi, tarifnya menjadi lebih murah (dari yang diatur). Itu akan kami awasi," ujar dia.
Selain itu, aturan anyar ini bakal mengatur standar minimal pelayanan yang terdiri atas enam hal. Pertama kesetaraan seperti waktu pelayanan. Kedua, keamanan sehingga aplikator wajib menyertakan tombol darurat (pannic button) untuk pengemudi ataupun penumpang.
Nantinya, tombol tersebut harus terhubung dengan pusat krisis milik Kepolisian RI. "Kalau ada pelanggaran atas keamanan, penumpang dan pengemudi bisa memencet (tombol) itu. Polisi terdekat dan aplikator bisa menindaklanjuti," kata Yani.
Ketiga, keselamatan seperti kondisi fisik dan kompetensi pengemudi, waktu kerja pengemudi, serta fasilitas. Keempat, keterjangkauan. Kelima, kenyamanan seperti kapasitas angkut hingga pakaian pengemudi juga diatur. Terakhir, keteraturan. Pengawasan terkait dtandar pelayanan ini akan diserahkan kepada aplikator.
Secara keseluruhan, semua pasal krusial sudah selesai dibahas. Hanya tersisa delapan pasal lagi, yang akan didiskusikan dengan para pemangku kepentingan. Selain itu, pasal-pasal yang ditolak oleh MA tidak tertuang di dalam regulasi tersebut.
Ia optimistis, aturan ini bakal diterima seluruh lapisan masyarakat. Sebab, pembuatan kebijakan ini melibatkan perwakilan pengemudi taksi online, Organisasi Angkutan Darat (Organda), aplikator, serta Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait lainnya.