Terendah dalam 10 Tahun, Return Indeks Sektor Konsumer Anjlok 14%

Hari Widowati
31 Oktober 2018, 07:44
Toko retail
ANTARA FOTO/R. Rekotomo
Ilustrasi konsumen berbelanja di sebuah supermarket.

Imbal hasil (return) indeks sektor konsumer di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang tahun ini minus 14% akibat tekanan jual yang dilakukan investor asing. Tingkat imbal hasil ini lebih rendah dibandingkan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 8,4% dan merupakan return terendah dalam sepuluh tahun terakhir.

Berdasarkan riset PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, pada periode 2009-2017 imbal hasil indeks sektor konsumer selalu lebih baik dibandingkan IHSG. Ketika IHSG melaju 87% pada 2009, return indeks saham sektor konsumer mencapai 105,4%. Ketika IHSG minus 1% pada 2013, indeks sektor konsumer masih bisa memberikan imbal hasil 13,8%. Pada 2015 ketika IHSG merosot 12,1%, indeks sektor konsumer hanya turun 5,2%. Hal ini menunjukkan bahwa imbal hasil yang diberikan saham-saham sektor konsumer tahun ini merupakan yang terburuk dalam satu dekade terakhir.

Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Hariyanto Wijaya mengatakan, nilai penjualan bersih (net sell) investor asing sejak awal tahun ini (year to date) pada saham consumer staples seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mencapai Rp 2,67 triliun, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) sebesar Rp 1,96 triliun, dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) sebesar Rp 1,6 triliun. Net sell pada saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) sebesar Rp 874 miliar, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) Rp 130,9 miliar, dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) sebesar Rp 116,4 miliar. Adapun saham-saham consumer discretionary yang tertekan aksi jual investor asing adalah PT Astra International Tbk (ASII) dengan net sell Rp 4,7 triliun dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) Rp 536,2 miliar.

Tekanan terhadap indeks saham sektor konsumer diprediksi masih berlanjut. "Kami memangkas rekomendasi untuk sektor konsumer dari overweight menjadi netral," ujar Hariyanto. Menurut konsensus analis, return on equity (ROE) indeks sektor konsumer tahun ini diprediksi sebesar 21,3%, lebih rendah dibandingkan 2017 sebesar 22,1%. Adapun rata-rata pertumbuhan penjualan emiten sektor konsumer pada 2018 diprediksi sebesar 8,6% dan untuk 2019 sebesar 8,8%. Angka pertumbuhan penjualan ini lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan pada periode 2011-2017 sebesar 11,2%.

(Baca: Ini Saham-saham yang Bisa Jadi Pilihan di Tengah Gejolak Bursa)

Konsumsi Melambat

Menurut Director of Capital Markets Mirae Asset Sekuritas Taye Shim, perlambatan di sektor konsumer disebabkan siklus ekonomi makro di Indonesia kurang bergairah. Pelaksanaan Pemilu Presiden pada 2019 juga diestimasi tidak akan mendorong konsumsi masyarakat sebesar yang diperkirakan sebelumnya. Indeks kepercayaan konsumen tidak menunjukkan perbaikan sebelum tahun Pemilu. Penjualan sektor retail juga tidak menunjukkan adanya pemulihan.

"Di level makro, konsumsi tetap tumbuh meskipun nilai tukar rupiah melemah," ujar Taye. Ketika rupiah melemah 11,3% terhadap dolar AS pada 2013, konsumsi masyarakat tetap tumbuh 5,4%. Pada 2015 ketika rupiah terdepresiasi 12,8%, konsumsi tumbuh 5%. Dengan asumsi pelemahan rupiah terhadap dolar AS hingga akhir tahun ini sebesar 5%, konsumsi masyarakat diestimasi masih tumbuh 5,1%.

Mirae merekomendasikan beli saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dengan target harga Rp 89.000, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) Rp 9.700, PT Buyung Poetra Sembada Tbk (HOKI) Rp 1.350, dan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) dengan target Rp 1.610. Mirae juga merekomendasikan saham PT Charoen Phokphand Tbk (CPIN) dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) tetapi belum menetapkan target harga untuk kedua saham tersebut.

(Baca: Saham Sektor Konsumer dan Keuangan Seret Penurunan IHSG)

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...