Pengaruh Global Masih Kuat, IHSG Tahun Depan Menuju 6.402
Pergerakan pasar saham Indonesia tahun depan diprediksi lebih fluktuatif (volatile) dibandingkan tahun ini karena sentimen negatif dari pasar global lebih dominan. Pelaku pasar cenderung akan berhati-hati dalam mengambil keputusan sehingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir 2019 diperkirakan berada di level 6.402 poin.
Kepala Peneliti PT Panin Sekuritas Tbk Nico Laurens mengatakan, beberapa kebijakan ekonomi global yang akan berpengaruh ke pasal modal Indonesia tahun depan adalah kebijakan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed), perang dagang AS-Tiongkok, hingga krisis keuangan yang melanda Turki dan Argentina. "Secara fundamental, Indonesia lebih baik tapi kondisi eksternal bakal lebih memengaruhi pasar saham Indonesia," kata Nico dalam seminar di Le Meridien, Jakarta, Kamis (1/11).
Ketidakpastian di pasar global membuat investor, khususnya investor asing, mengurangi portofolio di saham dan memindahkannya ke instrumen pendapatan tetap (fixed income) yang dianggap lebih stabil dan risikonya lebih kecil. Hal ini membuat investor asing melepas aset-aset saham di negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia.
Panin Sekuritas menetapkan target IHSG tahun depan di angka 6.402 poin. "Kami masih meninjau lagi, nanti kira-kira setelah Pemilihan Presiden (Pilpres) bagaimana. Kalau ada gangguan di Pilpres, investor biasanya sedikit hati-hati, tidak mau investasi di Indonesia," kata Nico.
(Baca: Terendah dalam 10 Tahun, Return Indeks Sektor Konsumer Anjlok 14%)
Tiga Sektor Pilihan
Di tengah volatilitas, menurut Nico, masih ada tiga sektor saham yang menarik untuk dilirik para investor. Pertama, emiten yang berorientasi di sektor komoditas, seperti batu bara. Tahun depan harga rata-rata batu bara berpotensi kembali menanjak meskipun tidak setinggi kenaikan pada 2017 yang mencapai US$ 85 per ton.
Kedua, Nico melihat sektor konsumer masih menarik. Meski kondisi ekonomi sedang bergejolak, sektor konsumer biasanya tetap stabil dari sisi margin laba kotor (gross profit margin). Hal ini sudah memperhitungkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Nico mengatakan, emiten sektor konsumer bisa saja menaikkan harga barangnya jika biaya bahan baku naik sehingga profitabilitas perusahaan masih terjaga. "Pada saat rupiah melemah, biasanya gross margin perusahaan konsumer malah stabil. Jadi, mereka kuat sekali," kata Nico.
Ketiga, sektor yang direkomendasikan Panin Sekuritas adalah telekomunikasi. Persaingan harga paket data dari perusahaan-perusahaan telekomunikasi dinilai semakin menurun. Dengan berkurangnya persaingan, mereka tidak lagi "perang" tarif sehingga pendapatan per megabyte meningkat. Dengan begitu, kinerja perusahaan telekomunikasi diasumsikan juga akan meningkat.
(Baca: Risiko Investasi Meningkat, Dana Asing Masih Mengalir Masuk)