Impor Migas Melonjak, Neraca Dagang Oktober Defisit Besar US$ 1,82 M

Michael Reily
15 November 2018, 13:09
Pelabuhan Bitung
Dok. KPPIP
Proyek strategis pemerintah Pelabuhan Bitung, merupakan Proyek Strategis Nasional di Provinsi Sulawesi Utara (KEK Bitung dan Pelabuhan Internasional Hub Bitung) senilai Rp 34 triliun dan juga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung dengan nilai investasi diperkirakan sekitar Rp 35 triliun.

Neraca perdagangan Indonesia periode Oktober 2018 kembali mencatat defisit US$1,82 miliar seiring dengan melonjaknya nilai impor US$ 17,62 miliar melebihi performa ekspor yang hanya tercatat sebesar US$ 15,8 miliar. Ini merupakan defisit neraca perdagangan terbesar kedua sepanjang 2018, setelah per Juli lalu neraca dagang Indonesia mencatat defisit US$ 2 miliar.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan defisit neraca perdagangan Oktober dipicu oleh defisit sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar US$ 1,4 miliar dan  US$ 393,2 juta. 

"Kita harus menurunkan defisit dengan kebijakan yang lebih tepat supaya transaksi berjalan lebih baik," kata Suhariyanto di Jakarta, Kamis (15/11).

(Baca: Pemerintah Optimistis Neraca Dagang Oktober Surplus)

Menurut catatan BPS, sepanjang bulan lalu impor migas melonjak  26,97% dan impor nonmigas naik 19,42% dibandingkan September 2018.

Pada impor migas, kenaikan tertinggi dicatat oleh kenaikan impor hasil minyak sebesar 30,46% yang diikuti impor minyak mentah 23,72%,, dan gas melonjak 18,28%.  Sedangkana pada nonmigas, kenaikan tertinggi dipimpin oleh impor bahan baku penolong sebesar 22,59% menjadi US$ 13,37 miliar diikuti  impor barang modal meningkat 15,57% menjadi US$ 2,75 miliar dan impor barang konsumsi 13,28% menjadi US% 1,50 miliar.

Adapun dari sisi komoditas impor non migas, peningkatan impor terbesar dicatat oleh impor  komoditas mesin dan pesawat mekanik naik US$ 363,2 juta, besi dan baja naik US$ 328,5 juta, dan mesin atau peralatan listrik naik US$ 312,3 juta. Peningkatan impor terbesar berasal dari Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan.

Suhariyanto berharap pemerintah lebih mengendalikan impor migas dan nonmigas dua bulan ke depan. "Tren impor bulan November akan meningkat dan tetap stabil pada bulan Desember," ujarnya. 

 
Sementara dari kinerja ekspor, meski ada kenaikan sebesar 5,87%  menjadi  US$ 15,8 miliar dibandingkan September yang hanya US$ 14,83 miliar, tetapi belum cukup mumpuni untuk mengimbangi impor.  Terlihat pula secara tahunan, ekspor hanya mampu tumbuh 3,59% dibandingkan Oktober 2017 yang sebesar US$ 15,25 miliar.

Peningkatan ekspor Oktober 2018  dibanding September sitopang oleh sektor minyak dan gas (migas)  sebesar 15,18% dan nonmigas 4,99%. "Ekspor kita tumbuh lumayan bagus," ujarnya.

Pada Oktober, ekspor migas sebesar US$ 1,48 miliar sehingga ada kenaikan 15,18%. Meski ekspor nilai hasil minyak merosot 39,86% dan nilai minyak mentah turun 9,87%, ekspor nilai gas melonjak tinggi 49,3%.

Sementara itu, ekspor nonmigas pada Oktober juga hanya naik tipis 4,99% menjadi sebesar US$ 14,32 miliar. Komoditas yang berperan utama dalam peningkatan ekspor adalah perhiasan dan permata, bahan bakar mineral, serta alas kaki.

Karenanya, untuk meningkatkan ekspor, Suhariyanto pun mengingatkan pemerintah untuk melakukan diversifikasi pasar dan diversifikasi produk, meski butuh waktu dalam penerapannya. Sebab, Indonesia masih bergantung pada ekspor ke Tiongkok, Jepang, dan Amerika Serikat dengan komoditas batu bara dan minyak kelapa sawit (CPO).

"Kita tahu perekonomian global mengalami perlambatan tetapi kita harus meningkatkan ekspor," katanya.

Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...