Pemerintah Optimistis Neraca Dagang Oktober Surplus
Katadata
Kementerian Perdagangan optimistis neraca perdagangan periode Oktober 2018 akan surplus. Alasannya, banyak dari negara mitra dagang Indonesia memperbesar impor daripada menggiatkan aktivitas ekspor.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP), Kementerian Perdagangan, Kasan mengatakan prediksi surplus neraca dagang mengacu pada data perdagangan negara tujuan ekspor dan pemasok impor. "Ekspor tetap meningkat lebih besar, meski kalau melihat angka impor juga umumnya naik," kata Kasan kepada Katadata.co.id, Rabu (14/11).
Sejumlah mitra dagang Indonesia yang mencatat kenaikan impor bulanan di antaranya Korea Selatan, Taiwan, Vietnam, dan Brazil. Hanya Tiongkok yang mencatat penurunan impor bulanan, meski secara tahunan masih meningkat.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP), Kementerian Perdagangan, Kasan mengatakan prediksi surplus neraca dagang mengacu pada data perdagangan negara tujuan ekspor dan pemasok impor. "Ekspor tetap meningkat lebih besar, meski kalau melihat angka impor juga umumnya naik," kata Kasan kepada Katadata.co.id, Rabu (14/11).
Sejumlah mitra dagang Indonesia yang mencatat kenaikan impor bulanan di antaranya Korea Selatan, Taiwan, Vietnam, dan Brazil. Hanya Tiongkok yang mencatat penurunan impor bulanan, meski secara tahunan masih meningkat.
(Baca: Mitra Dagang Tradisional Indonesia Bukan Lagi Pasar Ekspor Potensial)
Meski begitu, pemerintah masih akan tetap mewaspadai potensi lonjakan impor
bahan baku penolong dan barang modal menjelang natal dan tahun baru. "Ini yang bisa menyebabkan tidak surplus, tetapi kalau defisit nilainya marjinal," ujarnya.
Selain itu, harga komoditas ekspor seperti karet dan minyak kelapa sawit (CPO) yang masih stagnan belum mampu mengerek nilai impor, meskipun dari segi volume ada potensi peningkatan. Tekstil dan produk tekstil juga komoditas ekspor lain yang mengalami lonjakan ekspor.
Adapun kebijakan PPh impor pasal 22, menurutnya sudah mulai menuai hasil sehingga impor barang konsumsi diprediksi akan mulai sedikit berkurang. "Itu bagian dari pengelolaan defisit, kalau naik juga tidak akan besar, tetapi porsinya juga kecil," kata Kasan.
Senada dengan Kasan, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno melihat neraca dagang pada Oktober akan surplus. Menurut dia, ekspor barang tekstil dan produk tekstil mengalami lonjakan yang siginifikan, khususnya ketika menghadapi musim dingin di negara tujuan ekspor.
Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan adalah pakaian jadi dan sepatu. Sedangkan ekspor CPO diperkirakan masih akan mengalami stagnansi karena permintaan global yang semakin berkurang.
Meski begitu, pemerintah masih akan tetap mewaspadai potensi lonjakan impor
bahan baku penolong dan barang modal menjelang natal dan tahun baru. "Ini yang bisa menyebabkan tidak surplus, tetapi kalau defisit nilainya marjinal," ujarnya.
Selain itu, harga komoditas ekspor seperti karet dan minyak kelapa sawit (CPO) yang masih stagnan belum mampu mengerek nilai impor, meskipun dari segi volume ada potensi peningkatan. Tekstil dan produk tekstil juga komoditas ekspor lain yang mengalami lonjakan ekspor.
Adapun kebijakan PPh impor pasal 22, menurutnya sudah mulai menuai hasil sehingga impor barang konsumsi diprediksi akan mulai sedikit berkurang. "Itu bagian dari pengelolaan defisit, kalau naik juga tidak akan besar, tetapi porsinya juga kecil," kata Kasan.
Senada dengan Kasan, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno melihat neraca dagang pada Oktober akan surplus. Menurut dia, ekspor barang tekstil dan produk tekstil mengalami lonjakan yang siginifikan, khususnya ketika menghadapi musim dingin di negara tujuan ekspor.
Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan adalah pakaian jadi dan sepatu. Sedangkan ekspor CPO diperkirakan masih akan mengalami stagnansi karena permintaan global yang semakin berkurang.
(Baca juga: Kemendag Targetkan 68 Kontrak Dagang pada Trade Expo)
Efektivitas PPh impor Pasal 22 juga diperkirakan akan ikut menyumbang surplus dagang. "Prediksi kami, surplus akan semakin bertambah dibandingkan bulan September," ujarnya.
Di tengah optimisme kalangan usaha dan pemerintah, kalangan ekonom justru memiliki pendapat berbeda. Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan memperkirakan neraca perdagangan Oktober masih akan mencatat defisit sekitar US$ 300 juta sampai US$ 700 juta.
Penurunan harga CPO sepanjang 2018 sebesar 32% dan harga karet yang melemah hingga 44% turut menambah tekanan neraca dagang. Padahal, sawit dan karet berkontribusi sebesar 16% terhadap total ekspor nonmigas. Ditambah fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat bakal membebankan biaya logistik.
Bhima mencatat, sekitar 90% kapal ekspor menggunakan kapal asing sehingga biaya distribusi akan meningkat.
Impor migas juga tak lepas dari sorotannta. Impor migas diprediksi akan meningkat terutama menjelang akhir tahun. "Artinya, defisit akan tertekan dari membengkaknya impor migas secara konsisten," katanya.
Sementara itu, pembatasan barang impor konsumsi melalui PPh impor Pasal 22 juga dipredikis tak akan memberi dampak besar karena 1.147 pos tarif komoditas yang mengalami peningkatan sumbangannya hanya sekitar 5,5% dari total impor nonmigas. Alhasil, kebijakan tersebut masih kurang signifikan untuk memperlambat laju impor.
Efektivitas PPh impor Pasal 22 juga diperkirakan akan ikut menyumbang surplus dagang. "Prediksi kami, surplus akan semakin bertambah dibandingkan bulan September," ujarnya.
Di tengah optimisme kalangan usaha dan pemerintah, kalangan ekonom justru memiliki pendapat berbeda. Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan memperkirakan neraca perdagangan Oktober masih akan mencatat defisit sekitar US$ 300 juta sampai US$ 700 juta.
Penurunan harga CPO sepanjang 2018 sebesar 32% dan harga karet yang melemah hingga 44% turut menambah tekanan neraca dagang. Padahal, sawit dan karet berkontribusi sebesar 16% terhadap total ekspor nonmigas. Ditambah fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat bakal membebankan biaya logistik.
Bhima mencatat, sekitar 90% kapal ekspor menggunakan kapal asing sehingga biaya distribusi akan meningkat.
Impor migas juga tak lepas dari sorotannta. Impor migas diprediksi akan meningkat terutama menjelang akhir tahun. "Artinya, defisit akan tertekan dari membengkaknya impor migas secara konsisten," katanya.
Sementara itu, pembatasan barang impor konsumsi melalui PPh impor Pasal 22 juga dipredikis tak akan memberi dampak besar karena 1.147 pos tarif komoditas yang mengalami peningkatan sumbangannya hanya sekitar 5,5% dari total impor nonmigas. Alhasil, kebijakan tersebut masih kurang signifikan untuk memperlambat laju impor.
Editor: Ekarina