Mitra Dagang Tradisional Indonesia Bukan Lagi Pasar Ekspor Potensial
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) memproyeksikan pasar ekspor potensial pada tahun-tahun mendatang bukanlah negara yang sudah lama menjalin hubungan dagang dengan Indonesia, seperti Amerika Serikat maupun beberapa negara di Eropa.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, penilaian tersebut terindikasi dari potential buyers yang hadir dalam Trade Expo Indonesia 2018. Tercatat lebih dari seratus negara menyambangi pameran ini. Totalnya terdaftar 6.300 pembeli potensial yang mayoritas berasal dari negara mitra dagang nontradisional.
"Kami terus mengupayakan untuk tembus ke pasar-pasar nontradisional, seperti Afrika Selatan, Nigeria, India, Bangladesh, Maroko, dan lain-lain. Potential buyers dari Nigeria saja lebih dari 800," ucapnya dalam Trade Expo Indonesia (TEI), Tangerang Selatan, Rabu (24/10).
(Baca juga: Kemendag Targetkan 68 Kontrak Dagang pada Trade Expo)
Retno menyatakan, pemerintah maupun pelaku usaha perlu lebih aktif menggali celah ekspor ke negara mitra dagang nontradisional. Peluang pasar ke negara-negara tersebut terus meluas pada tahun-tahun mendatang.
Strategi untuk memperluas celah ekspor, salah satunya melalui perjanjian perdagangan preferensial (preferential trade agreement / PTA). "Seperti PTA dengan Afrika. Ini penting agar produk kita lebih kompetitif dan bisa lebih ekspansif," ujar Retno.
(Baca juga: Buka Trade Expo Indonesia, Jokowi: Gunakan Perang Dagang Jadi Peluang)
Peningkatan kinerja ekspor merupakan salah satu fokus pemerintah. Hal ini dibutuhkan untuk memperbaiki neraca perdagangan. Meskipun pada September 2018 neraca dagang surplus US$ 230 juta tetapi secara kumulatif tetap defisit.
Selama Januari - September 2018, defisit neraca perdagangan mencapai US$ 3,78 miliar. Nilai ini merupakan yang terburuk jika dibandingkan dengan periode yang sama dalam empat tahun terakhir.