Pembatasan Impor Batu Bara Tiongkok Rontokkan IHSG 0,95%
Kebijakan pemerintah Tiongkok yang akan membatasi impor batu bara pada awal 2019 membuat indeks saham sektor pertambangan longsor hingga 5,03%. Akibatnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,95% ke level 5.948 poin.
Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra mengatakan, saham pertambangan rontok karena Tiongkok akan membatasi impor batu bara di awal 2019. Kebijakan tersebut dikhawatirkan akan memengaruhi permintaan batu bara dari Indonesia dan membuat harga batu bara global turun. "Pada akhirnya, (pengurangan impor batu bara Tiongkok) membuat laba perusahaan tambang berpotensi turun," kata Aditya kepada Katadata.co.id, Rabu (21/11).
Saham PT Adaro Eergy Tbk (ADRO) merosot hingga 11,78% menjadi Rp 1.310 dan menempatkannya di posisi kedua top losers setelah PT Guna Timur Raya Tbk (TRUK) yang longsor 12,87% menjadi Rp 176. PT Indika Energy Tbk (INDY) di posisi ketiga dengan penurunan 10,29% menjadi Rp 2.180. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) di posisi kelima dengan penurunan 9,08% menjadi Rp 20.025. Sementara itu, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di posisi ketujuh dengan penurunan 6,65% menjadi Rp 4.350 per saham.
Meski begitu, Aditya menilai penurunan saham-saham emiten batu bara ini hanya berlangsung sebentar saja. Pasalnya, kebijakan Tiongkok tersebut baru sebatas wacana. Selain itu, pengaruh sektor pertambangan terhadap pergerakan indeks tidak terlalu besar. "Faktor lain masih lebih besar pengaruhnya terhadap indeks," katanya.
(Baca: Sektor Pertambangan Paling Tertekan, IHSG Turun 0,95% di Sesi I)
Faktor-faktor jangka pendek yang akan memengaruhi IHSG selain batu bara adalah pelemahan indeks global, depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS maupun harga minyak.
Indeks sektor finansial juga terkoreksi 1,51% pada perdagangan hari ini. Menurut Aditya, koreksi tersebut disebabkan investor melakukan aksi ambil untung pada saham-saham yang berada di sektor tersebut. Contohnya, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) terkoreksi 2,56% menjadi Rp 3.430 sedangkan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun hingga 2,68% menjadi Rp 7.275.
Analis Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi dalam rilisnya mengatakan, aksi jual terhadap saham-saham di sektor finansial terjadi karena investor menunggu data pertumbuhan pinjaman yang menjadi signal negatif. Investor berspekulasi dampak kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia yang lebih agresif akan menahan pertumbuhan pinjaman. "Terlebih, pemerintah menahan beberapa proyek infrastruktur sehingga prospek adanya pinjaman dari perusahaan konstruksi negara untuk membiayai proyek infrastruktur menurun," katanya.
Pada perdagangan hari ini, nilai transaksi mencapai Rp 8,17 triliun dengan volume saham yang ditransaksikan mencapai 8,34 miliar. Sebanyak 131 saham yang berada di zona merah, 273 saham terkoreksi, dan 103 saham sisanya stagnan. Investor asing juga mencatat penjualan bersih di pasar reguler senilai Rp 579,6 miliar.
Sementara itu, indeks sejumlah bursa utama di Asia ditutup bervariasi. Indeks Hang Seng berada di zona hijau setelah ditutup menguat 0,51% begitu pula Indeks Komposit Bursa Shanghai yang naik 0,25%. Indeks Strait Times Singapura juga ditutup naik 0,39%. Adapun Indeks Nikkei 225 terkoreksi 0,35%.
Jajaran saham-saham top gainers relatif tidak banyak berubah dibandingkan sesi I. PT Hotel Mandarine Regency Tbk (HOME) berada di posisi teratas dengan kenaikan 34,96% menjadi Rp 166. PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) di posisi kedua naik 17,20% menjadi Rp 184. PT Mahkota Group Tbk (MGRO) di urutan ketiga naik 7,84% menjadi Rp 550.
(Baca: ADB: Pasar Obligasi Indonesia Tumbuh Paling Tinggi di Asia Timur)