Harga BBM Pertamax Lebih Mahal dari Keekonomiannya
Tren harga minyak yang terus menurun dalam beberapa pekan terakhir membuat disparitas harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan harga keekonomiannya semakin lebar. Salah satunya harga BBM nonsubsidi yang dijual PT Pertamina (Persero) yakni Pertamax.
Berdasarkan perhitungan Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Hanura Inas Nasrullah Zubir mengatakan harga keekonomian Pertamax yang belum memasukkan margin pengusahan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) adalah Rp 7.579 per liter. Adapun harga yang dijual di masyarakat Rp 10.400 per liter.
Harga keekonomian Rp 7.579 itu dihitung dengan asumsi harga dari pelabuhan keberangkatan (Free on Board/FoB) untuk Mean of Platts Singapore (MOPS) RON 92 sebesar US$ 60,15 per barel. Lalu, rata-rata biaya kargo Singapura ke Indonesia sebesar US$ 2 per barel, dan diskonnya sebesar US$ 1 per barel. Jika semua komponen itu dijumlahkan, maka harga trader adalah US$ 63,15 per barel.
Harga trader itu kemudian dikalikan dengan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (kurs) saat ini sebesar Rp 14.504. Lalu, dibagi 159. Kemudian dijumlah dengan biaya distribusi Rp 830 per liter. Alhasil, harga keekonomian sebelum pajak Rp 6.590,55 per liter.
Harga tersebut ditambahkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebesar 5%. Sehingga ketemu harga keekonomian setelah pajak sebesar Rp 7.579,13 per liter.
Meski saat ini harga jual Pertamax lebih mahal dari keekonomian, Inas mengingatkan agar pemerintah hati-hati meminta penurunan harga. Ini karena fluktuasi harga minyak sangat cepat.
Inas mengatakan jika harga minyak ke depan beranjak ke US$ 70 per barel atau semakin tinggi di atasnya, bisa berdampak ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Pertamina cukup lama menanggung kerugian Petramax ketika harga minyak mentah di atas US$ 70 per barel,” kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (27/11).
Harga Brent dalam perdagangan hari ini (28/11) untuk kontrak Januari 2019 mencapai US$ 60,61 per barel. Angka itu turun 13% dari dua pekan lalu.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Mineral (ESDM) akan memanggil pelaku usaha yang menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi. Tujuannya untuk meminta badan usaha tersebut menurunkan harga BBM. Alasannya, harga minyak juga mengalami tren penurunan.
(Baca: Hitung Ulang Harga BBM di Tengah Anjloknya Harga Minyak Dunia)
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan badan usaha yang akan dipanggil di antaranya PT Pertamina (Persero), PT Shell Indonesia dan PT Total Indonesia. "Kalau harga minyak turun, harus turun," kata dia di Jakarta, Rabu (21/11).