Tanpa SDM Penilai, Kekayaan Intelektual Tak Bisa Jadi Agunan Kredit

Dini Hariyanti
4 Desember 2018, 15:16
GELAR INOVASI PRODUK UMKM
ANTARA FOTO/R Rekotomo
Penjaga stan menjelaskan tentang berbagai produk kerajinan kepada calon konsumen saat Gelar Inovasi Produk UMKM, Koperasi dan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) di Semarang, Jawa Tengah, Senin (13/3). Pameran yang menampilkan beragam produk industri kreatif dari berbagai wilayah dan UMKM mitra binaan BUMN di Indonesia itu bertujuan untuk meningkatkan akses pemasaran bagi produk unggulan dan potensi daerah.

Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai agunan dalam proses mendapatkan pinjaman dari bank hingga kini belum efektif. Kendala yang membelit, salah satunya ialah pranata pengaturan yang belum lengkap.

Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fadjar Hutomo mengatakan, profesi valuator kekayaan intelektual terbilang minim. Sumber daya manusia (SDM) ini bertindak sebagai penilai sisi keekonomian suatu intellectual property (IP).

"Kekayaan intelektual sudah bisa dijadikan agunan ke bank tapi bagi bank tidak sesederhana itu, karena tidak ada valuatornya. Harus ada profesi ini untuk bisa menghasilkan nilai dari suatu IP (intellectual property)," ucapnya kepada Katadata.co.id, Selasa (4/12).

(Baca juga: Baru 7,25% Pebisnis Bidang Desain Komunikasi Visual Memiliki HKI

Undang-undang tentang Hak Cipta menyatakan, hak cipta bisa digunakan sebagai objek jaminan fidusia. Istilah "fidusia" merujuk kepada aktivitas pengalihan hak kepemilikan benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda bersangkutan tetap dalam penguasaan pemiliknya.

Pemanfaatan HKI sebagai jaminan kepada bank dimungkinkan setelah undang-undang tersebut direvisi sekitar lima tahun lalu. Ketentuan ini secara spesifik dijelaskan dalam Pasal 16 ayat 3 UU No. 28/2014 tentang Hak Cipta.

Namun, penggunaan kekayaan intelektual oleh pebisnis kreatif sebagai jaminan kepada bank belum optimal sampai sekarang. "Kalaupun kami dorong dari sisi perbankan tetapi tidak ada valuatornya ya  bagaimana. Kalau ada kan jadi lebih enak bicara ke bank," ucap Fadjar.

Peran penilai kekayaan intelektual terbilang penting. Alasannya, bank membutuhkan kepastian nilai atas IP yang dijaminkan oleh calon debitur. Tapi, selain membutuhkan profesional valuator yang kompeten, perlu juga aturan main yang jelas terkait indikator dalam proses valuasi IP.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...