LIPI: 57% Masyarakat Ingin Pemimpin Seagama dari RT hingga Presiden

Ameidyo Daud Nasution
7 Desember 2018, 20:51
Sidang Ahok IV
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Massa melakukan aksi unjuk rasa di luar ruang persidangan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di depan Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (3/1).

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut intoleransi politik di Indonesia masih kuat. Hasil survei LIPI menunjukkan 57,8% masyarakat Indonesia hanya memilih pemimpin seagama dari tingkatan Rukun Tetangga (RT) hingga Presiden.

Survei tersebut dilakukan pada 1.800 responden di 9 provinsi di Indonesia. Peneliti LIPI Amin Mudzakkir mengatakan, agama menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan responden dalam memilih pemimpin. Selain itu, tingkat intoleransi ini juga berimplikasi luas dengan aktif mencegah masyarakat lain memiliki pilihan berbeda. Salah satunya larangan menyalati orang yang berbeda pilihan politik.

"Jadi kalau ukuran dalam politik, tidak toleran," kata Amin dalam diskusi 'Mekanika Elektoral dalam Arus Politik Identitas' yang diselenggarakan Para Syndicate, di Jakarta, Jumat (7/12).

Besarnya penolakan terhadap calon pemimpin yang berbeda agama didasari tiga hal. Pertama, tingginya perasaan terancam yang ditunjukkan 18,4% responden percaya agama lain mendominasi kehidupan publik. "Jadi ada perasaan ancaman dan ketidakpercayaan," kata dia.

Kedua adalah adanya gejala fanatisme agama. Survei LIPI menunjukkan, 95,6% responden sepakat akan Pancasila namun 49,5% responden setuju Perda Syariah.

Hal ini dirasakan sebagai adanya arus menghadirkan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersyariah. "Juga 40% menolak rumah ibadah agama lain di lingkungan rumahnya," kata dia.

Amin mengatakan, faktor ketiga adalah penggunaan media sosial yang mampu meningkatkan dua faktor sebelumnya. Dalam simulasi LIPI, ada 54,1% responden yang pernah mendengar berita kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) dari media sosial. Dari 54% responden tersebut, sebanyak 42% percaya dan setuju. "Ini kan katakan 3 atau 2 dari 10 orang Indonesia percaya PKI bangkit, dan itu dapat dari medsos," katanya.

LIPI juga pernah melakukan analisis terhadap pemberitaan daring maupun media sosial. Dari kajian itu, terlihat tiga aktor yang membentuk intoleransi politik terjadi. Menurut temuan LIPI, Front Pembela Islam (FPI) menjadi aktor pelaku intoleransi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai pendukung dan justifikasi, dan Nahdlatul Ulama (NU) yang menolak intoleransi politik.

Halaman:
Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...