Minati Saham Vale Indonesia, BUMN Tunggu Keputusan Kementerian ESDM
Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dikabarkan berminat mengambil saham PT Vale Indonesia Tbk yang akan didivestasi sebesar 20%. Vale pun telah menawarkan sahamnya yang akan di-divestasi kepada BUMN.
Namun, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Hari Sampurno mengatakan, BUMN masih menunggu keputusan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelum bisa menunjuk perusahaan pelat merah yang akan mengakuisisi saham tersebut.
"Kita menunggu dari keputusan Kementerian ESDM. Kalau sudah dimulai (proses divestasi) kita akan ikut," kata Fajar Harry Sampurno di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (12/2).
Kendati demikian, Fajar belum bisa memastikan siapa BUMN yang akan mengeksekusi saham Vale tersebut. Dia hanya memastikan bahwa eksekutornya akan berasal dari holding BUMN sektor tambang yang dipimpin oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum.
"Belum tahu (siapa yang akan melakukan divestasi). (Dari) grup Inalum, bisa Antam (PT Aneka Tambang Tbk.), bisa yang lain. Kita menunggu penugasan dari Kementerian ESDM," kata Fajar.
(Baca: Mulai Tawarkan Saham ke BUMN, Vale Berpeluang Bebas Divestasi)
Sebelumnya, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin pernah menegaskan bahwa bahwa tambang nikel sangat penting bagi Inalum. Namun apakah Inalum yang akan mengeksekusi saham tersebut, Budi mengatakan Inalum menunggu penugasan.
Sedangkan Direktur Utama Antam Arie Prabowo juga tidak berkomentar mengenai penawaran saham tersebut. Namun, anak usaha Inalum itu memberi sinyal tidak akan mengambil saham tersebut. Menurut Arie ada prioritas yang akan dilakukan perusahaan. “Antam tidak. Kami kan ada prioritas bagaimana cepat mengembangkandownstream. Kalauresource banyak, tapi downstream tidak jadi, buat apa,”ujarnya beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, sesuai dengan amandemen Kontrak Karya (KK) 2014, Vale wajib mendivestasi 40% sahamnya. Pada 1990, Vale sudah melepas sahamnya sebesar 20% melalui bursa. Sehingga, masih tersisa 20% saham yang harus didivestasikan dengan tenggat waktu untuk menawarkan saham hingga Oktober 2019.
Adapun, divestasi merupakan kewajiban perusahaan yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 Tahun 2018. Dalam pasal 2 poin empat disebutkan bahwa divestasi saham dilakukan secara bertahap, yakni tahun keenam 20%, ketujuh 30%, kedelapan 37%, tahun kesembilan 44%, dan tahun kesepuluh 51% dari seluruh jumlah saham.
(Baca: Nasib Divestasi Saham Vale: Diminati Inalum, Ditolak Antam)
Aturan tersebut juga menyebutkan divestasi saham ini ditawarkan terlebih dahulu kepada pemerintah, pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten atau kota. Kemudian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Jika, tidak menemui kesepakatan maka ditawarkan kepada Badan Usaha Swasta Nasional.
Saat ini kepemilikan saham Vale Indonesia, mayoritas masih dikuasai asing. Vale Canada Limited merupakan pemegang saham terbesar, yakni 58,73%. Sedang Sumitomo Metal Mining menguasai 20,09%. Sisa sebesar 20,49% merupakan pemegang saham publik.
Vale mematok harga saham divestasi yang berbeda untuk pemerintah dan BUMN dengan mengacu pada amendemen KK tahun 2014 tersebut. Chief Financial Officer Vale Indonesia Febriany Eddy mengatakan, sesuai dengan kontrak itu, harga untuk BUMN ketika ditawarkan sebelum jatuh tempo akan dibahas menggunakan skema bisnis yang wajar atau business to business (b to b) dan harga pasar. Jadi, orientasi yang dipakai adalah keuntungan atau profit.
Sedangkan, jika saham divestasi itu ditawarkan ke pemerintah setelah jatuh tempo akan menggunakan biaya penggantian (replacement cost). "Kalau di Kontrak Karya diatur floor price-nya itu minimum impelemented replacement cost, tapi kalau yg ambil BUMN itu B to B market valuenya. " kata Febri, di Jakarta, Kamis (7/2).
(Baca: Patokan Harga Saham Divestasi Vale Berbeda untuk Pemerintah dan BUMN)