Berdasarkan Ketentuan FAO, Indonesia Sudah Swasembada Beras
Rilis Kementan, 17 Februari 2019
121/R-KEMENTAN/2/2019
Berdasarkan Ketentuan FAO, Indonesia Sudah Swasembada Beras
Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan sejak 2016-2018 Indonesia sudah surplus beras. Impor kata Mentan, dilakukan untuk cadangan.
“Pada 2016 dan 2017 tidak ada impor, kalau impor 2016 itu limpahan impor 2015. Kemudian 2018 beras surplus 2,85 juta ton. Ini berdasarkan data resmi dari BPS," papar Mentan Minggu (17/2).
Berdasarkan ketetapan Badan Pangan Dunia FAO 1999, suatu negara dikatakan swasembada jika produksinya mencapai 90 persen dari kebutuhan nasional. Artinya, Indonesia dalam periode pemerintahan Jokowi-JK telah berhasil mencapai swasembada beras. Hal disampaikan dalam keterangan tertulis Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Menteri Amran menyayangkan banyak pihak termasuk akademisi dan politisi yang belum paham arti swasembada dan status swasembada Indonesia yang sebenarnya.
Amran menambahkan stok beras sebagai cadangan saat ini mencapai dua juta ton. “Cadangan itu, kalau stok intinya tidak ada masalah, nanti terpakai atau tidak dipakai. Standar cadangan beras nasional satu juta ton, artinya cadangan beras kita sekarang dua kali lipat," jelasnya.
Berdasarkan data BPS, stok beras yang berada di rumah tangga mencapai delapan sampai sembilan juta ton. Jika ditambah stok beras di Bulog dua juta ton, stok beras nasional saat ini mencapai 10 sampai 11 ton. Jika konsumsi beras nasional 2,5 juta ton, artinya stok beras yang kita punya bisa mencukupi kebutuhan selama empat bulan.
Indonesia menurut Mentan masih memiliki produksi padi dari standing crop atau tanaman padi yang berdiri hari ini sebesar 3,88 juta hektar. Jika produktivitas 5,3 ton per hektar akan menghasilkan beras 20 juta ton gabah kering giling. Total beras ini mampu mencukupi kebutuhan empat bulan. Dengan demikian, stok beras aman hingga delapan bulan ke depan.
Kementan juga terus mendorong transformasi pertanian dari pertanian tradisional ke pertanian modern. Dengan modernisasi target peningkatan produksi hasil pertanian menjadi lebih visibel untuk diwujudkan.
"Artinya setiap hari terjadi olah tanah, tanam dan panen. Jangan dibayangkan pertanian Indonesia seperti 30 tahun lalu. Makanya penduduk dua kali lipat dari 1984, kita bisa memberi makan," ucapnya. Pada 1984, menurut Mentan jumlah penduduk Indonesia 164 juta jiwa, sementara saat ini 260 juta jiwa.
Sementara itu, Sekertaris Jendral Kemeterian Pertanian, Syukur Iwantoro (Minggu, 17/2) menyampaikan terkait polemik swasembada beras, bahwa hal ini diperkuat dengan data BPS yang menggunakan metode baru KSA (Kerangka Sampel Area) bahwa Indonesia masih mengalami surplus beras sebesar 3,1 juta ton sampai dengan akhir Desember 2018. "Artinya di era pemerintah Jokow-JK, impor beras yang dilakukan sangat rendah dan terkendali. Kalaupun ada, itu lebih ditujukan untuk memperkuat stok beras nasional," kata Syukur.
Dalam dua tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia juga pernah melewati fenomena iklim El Nino dan La Nina secara berurutan. Fenomena tersebut dinilai terberat sepanjang 71 tahun terakhir. Intensitasnya 2,44 persen, lebih besar dari El Nino di tahun 1997/1998 yang hanya 1,9 persen.
“Dan kita berhasil melaluinya dengan baik," kata Syukur
Capaian Sektor Pertanian Memuaskan
Menteri Amran saat menerima para pengurus Ikatan Pengusaha Wanita Indonesia (IWAPI) di Bandung (13/2) juga menyampaikan sejumlah pencapaian dalam sektor pertanian selama empat tahun terakhir (2014-2018) yang sangat memuaskan.
Menurut dia, ekspor komoditas pertanian strategis (kelapa sawit, kakao, karet, kopi, dan komoditas pertanian lain) mengalami peningkatan signifikan. Perinciannya kelapa sawit naik 22,5 persen, karet 21,3 persen, dan kopi 28,6 persen. "Secara keseluruhan ekspor pertanian naik 29 persen di 2018," ujar Amran.
Sedangkan inflasi bahan pangan turun dari 10,57 persen di 2014 menjadi 1,26 persen di 2017. Nilai investasi pertanian meningkat, pada 2016 nilainya Rp 45,4 triliun, maka berturut-turut pada 2017 dan 2018 masing-masing tercatat Rp 45,9 triliun dan Rp 61,6 triliun. Faktor utama yang mendorong peningkatan nilai investasi adalah deregulasi yang dilakukan Kementan. "Kami cabut 219 permentan (peraturan menteri pertanian) yang menghambat investasi," ujar Amran.