Meski Kontribusi Masih Kecil, Radiant Utama Terus Jajaki Bisnis EBT
PT Radiant Utama Interinsco Tbk. menyatakan akan terus mengembangkan bisnis energi bersih dan terbarukan (EBT) secara perlahan. Saat ini, beberapa lini bisnis Radiant sudah mulai didiversifikasi menujut bisnis EBT, meski kontribusinya terhadap pendapatan baru sekitar 7% pada 2018.
Direktur Utama Radiant Utama Sofwan Farisyi menjelaskan, salah satu proyek yang tengah mereka sasar adalah pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) di Sintang, Kalimantan Barat. Meski begitu, mereka masih menunggu keputusan tender proyek itu meski mereka optimis mendapatkan proyek.
Mereka memperkirakan, akan memulai konstruksi proyek senilai US$20 juta ini tahun depan jika mereka mendapatkan proyek tersebut. Sofwan memperkirakan, masa pembangunan pembangkit berkapasitas 10 megawatt (MW) itu ditargetkan akan selesai dalam dua tahun, sehingga diperkirakan akan mulai beroperasi pada 2021.
Perusahaan berkode emiten RUIS ini rencananya akan menggandeng investor asal Tiongkok untuk urusan pendanaan. "Kita bangun dari nol. Peralatan dari kita sendiri meski ada beberapa dari sana (Tiongkok). Mereka lebih ke pendanaannya saja," ujar Sofwan di kantornya, Jakarta, Kamis (21/2).
(Baca: Penambahan Proyek Energi Terbarukan Diminta Masuk dalam RUPTL)
Ada pun, PLTBm ini rencananya akan memproduksi tenaga listrik dengan mengolah cangkang kelapa sawit karena daerah Sintang memiliki supply cangkang kelapa sawit cukup besar. "Daerah Sintang kan banyak cangkang kelapa sawit, itu yang akan kita pakai. Tapi kita akan menyediakan alat yang multifuel, jadi bisa untuk bahan bakar macam-macam," katanya.
Masih di Kalimantan, tepatnya di Kalimantan Selatan, Radiant juga tengah menjajaki proyek pembangkit listrik tenaga gas (PLTG). Ada pun, gas yang akan digunakan untuk pembangkit listri tersebut berasal dari proses gasifikasi batu bara batu bara berkalori rendah. Sofwan mengatakan bahwa mereka akan menggunakan minimal kalori 4.000 kcal/kg untuk proses gasifikasi.
Namun, Sofwan mengatakan, mereka belum memiliki perkiraan yang pasti mengenai nilai investasi di proyek tersebut, termasuk penggunaan kalori batu baranya karena masih tahap studi kelayakan bisnis (feasibility study). Tapi, dia memperkirakan, listrik yang dihasilkan PLTG tersebut direncanakan sebesar 10 MW.
Direktur Keuangan Radiant Utama Muhammad Hamid mengatakan, Radiant tahun ini menargetkan pertumbuhan pendapatan sekitar 15% sementara laba operasi (earning after tax) ditargetkan tumbuh 20%. Sebagai catatan, pada 2018 Radiant mereka mengantongi pendapatan senilai Rp1,3 triliun (unaudited) sedangkan laba operasi mereka tahun lalu senilai Rp25,2 miliar (unaudited).
(Baca: Sistem Kelistrikan Tetap Kompetitif meski Bauran Energi Baru EBT 43%)
Capaian bisnis tahun lalu terutama ditopang oleh dari kontrak baru yang berhasil mereka dapatkan senilai Rp2,2 triliun. Tahun ini, mereka menargetkan kontrak baru senilai Rp2,7 triliun atau tumbuh 22%.
Salah satu kontrak baru yang sedang dijajaki oleh Radiant tahun ini yaitu proyek yang menyambungkan alat produksi gas mobile offshore production unit (MOPU) di Lapangan Maleo dengan Lapangan Meliwis di Blok Madura Offshore dengan nilai kontrak Rp1,1 triliun. Lapangan-lapangan tersebut dikelola oleh Santos Pte Ltd.
Sofwan menambahkan, saat ini mereka belum menandatangani kontrak tersebut, meski sudah mendapatkan persetujuan dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas). Sofwan memperkirakan, penandatanganan kontrak baru tersebut akan dilakukan dalam dua minggu ke depan. "Sekitar Maret lah izin tender udah disetujui," ujarnya.
Karena sudah mengantongi izin dari SKK Migas, mereka pun telah menyiapkan belanja modal atau capital expenditure (capex) senilai US$17 juta atau sekitar Rp240 miliar tahun ini. Dana tersebut akan digunakan untuk meningkatkan kinerja alat dalam bisnis jasa penyedia dan pengoperasian MOPU tadi.
(Baca: Radiant Utama Siapkan Belanja Modal Rp 240 Miliar untuk Genjot Kinerja)