43 Hari Jelang Pemilu, eKTP dan Pemilih Tambahan Masih Bermasalah

Ameidyo Daud Nasution
5 Maret 2019, 16:52
No image
Sejumlah warga mengikuti simulasi pemilu yang digelar KPU di SDN 02 Nagrak, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat (3/2). Simulasi tersebut bertujuan untuk memberikan sosialisasi bagi masyarakat yang masih kebingungan dengan mekanisme pencoblosan.

Komisi Pemilihan Umum dan pemerintah diingatkan untuk menyelesaikan permasalahan pemilu yang masih terjadi. Hal ini menjadi penting karena pesta demokrasi tersebut tinggal 43 hari lagi.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jerry Sumampouw mengatakan, ketidakberesan terjadi di Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan masih adanya masyarakat yang belum memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP).

"Dua itu yang sekarang mengemuka," kata Jerry dalam sesi konferensi pers di bilangan Salemba, Jakarta, Selasa (5/2).

Jerry mengatakan masyarakat belum terinformasi dengan baik mengenai pindah Tempat Pemungutan Suara (TPS), misalnya antar provinsi. "Hal-hal ini yang banyak jadi pertanyaan," kata dia. "Yang juga jadi bingung KPU tidak memberi informasi kepada publik," ujarnya.

(Baca: Amankan Pemilu, Facebook Tolak Iklan Politik dari Luar Indonesia)

Ketua Kode Inisiatif Very Junaidi juga menyoroti belum selesainya perekaman dan pencetakan e-KTP di Papua dan wilayah lain. Padahal untuk mendapatkan hak pilih, masyarakat harus memiliki identitas elektronik tersebut.

Dari data Kementerian Dalam Negeri, hingga Desember 2018 lalu, perekaman eKTP di tiga provinsi yakni Papua, Papua Barat, dan Maluku belum mencapai 70%. Di Papua baru 40% pemilih punya e-KTP. "Kalau tidak diantisipasi serius bisa jadi masalah," kata Very.

Hal lainnya adalah mengenai Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang disebutnya belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Menurut Very, soal ini harus direspons dengan cepat oleh KPU.

Dia juga menambahkan berbagai permasalahan ini harus segera diselesaikan agar suara yang mendelegitimasi KPU sebagai penyelenggara pemilu tak tergerus. "Harusnya KPU dan Badan Pengawas Pemilu responsif," katanya.

Ia mengatakan hal tersebut berkaca pada pemilihan presiden sebelumnya. Saat rekapitulasi suara, kubu Prabowo Subianto mengatakan pemilu 2014 banyak kecurangan. Kedua lembaga negara itu tak responsif karena proses hukum berjalan di Mahkamah Konstitusi.

"Kalau KPU tak tanggapi ini, saya pikir jadi alasan siapa pun peserta untuk mengatakan pemilu tidak berjalan dengan baik, banyak problem, dan pelanggaran," ujar Very.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...