Kumpulkan Mantan Menteri, Mendag Bahas Defisit Dagang
Menteri Perdagangan (Mendag) Republik Indonesia Enggartiasto Lukita petang kemarin (11/3) bertemu sejumlah mantan menteri di kantornya. Salah satunya guna menghimpun masukan menjelang rapat kerja (raker) yang diselenggarakan hari ini, Selasa (12/3).
Enggar mengatakan, dalam perdagangan dalam negeri, defisit neraca dagang yang dialami Indonesia saat ini bukan semata-mata persoalan angka. Namun di baliknya, harus dilihat dari perspektif investasi dan pembangunan yang dihasilkan. Sebab, penyumbang utama defisit dagang umumnya berasal dari tingginya impor bahan baku dan barang modal.
(Baca: Neraca Dagang Defisit, Pemerintah Tetap Optimistis Ekonomi Membaik)
"Artinya, investasi dan pembangunan kita meningkat dan baru akan dinikmati beberapa tahun kemudian," kata Enggar.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan sepanjang 2018 mengalami defisit sebesar US$ 8,57 miliar. Rapor merah transaksi perdagangan sekaligus menjadi rekor defisit terbesar sepanjang sejarah, sejak Indonesia merdeka.
Selanjutnya, yang kemudian harus diperhatikan tak hanya manufaktur yang baik dan berbagai komoditi lain, melainkan peningkatan ekspor jasa. “Salah satunya adalah mendorong pariwisata,” ujarnya.
Selain itu, Enggar menyampaikan bahwa pihaknya akan fokus dalam mengembangkan pasar internasional hingga pasar tumpah sebagai instrument penting perdagangan nasional. Kemudian juga akan mengevaluasi keberadaan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) dan menjalin perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan negara lain.
Sementara itu, Mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menambahkan bahwa peningkatan ekspor dapat mendorong perdagangan Indonesia. “Implementasinya bisa jangka pendek dan menengah,” kata Mari Elka Pangestu.
Untuk jangka pendek, Indonesia perlu mengidentifikasi hambatan yang dihadapi eksportir saat ini. Termasuk bagaimana mendorong investasi. Sebab, tanpa ada investasi maka ekspor tidak akan bisa dilakukan.
(Baca: Darmin Nilai Defisit Dagang RI Membengkak karena Pelemahan Tiongkok)
Sedangkan untuk jangka menengah, menurut Mari mengatakan perlu ditingkatkan daya saing. Selain mengandalkan komoditi dan daya saing manufaktur, Indonesia perlu mengembangkan sektor jasa-jasa efisien, seperti logistik.
Tidak hanya peningkatan ekspor, Mantan Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi turut menyampaikan secara khusus bahwa impor juga perlu diperhatikan. “Impor itu satu yang halal,” kata Bayu.
Sementara itu, Mantan Menteri Perdagangan Mohammad Hasan atau yang lebih dikenal dengan sapaan Bob Hasan menilai peran pembangunan desa perlu ditingkatkan untu peningkatan perdagangan. Sedangkan, Mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyarankan terkait kolaborasi antara pemerintah dengan pihak swasta juga dapat mendongkrak perdagangan Indonesia.
Dalam kesempatan ini, turut hadir sejumlah mantan menteri perdagangan. Di antaranya, Arifin Siregar (Menteri Perdagangan 1988-1993), Mohammad Hasan (Menteri Perindustrian dan Perdagangan 1998), Rahardi Ramelan (Menteri Perindustrian dan Perdagangan 1998)-1999), Mari Elka Pangestu (Menteri Perdagangan 2004-2011), Gita Wirjawan (Menteri Perdagangan 2011-2014), Bayu Krismurthi (Wakil Menteri Perdagangan 2011-2014 dan Plt. Menteri Perdagangan 2014) serta Muhammad Lutfi (Menteri Perdagangan 2014).