Impor Turun Tajam, Neraca Dagang Februari Surplus US$ 330 Juta
Neraca dagang pada Februari 2019 membaik dengan surplus US$ 330 juta seiring kinerja impor yang menurun tajam. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), angka tersebut berbanding terbalik bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang defisit US$ 52,9 juta serta Januari 2019 yang defisit US$ 1,16 juta.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kinerja neraca dagang kembali surplus setelah empat bulan berturut-turut mencatat defisit. "Surplus terjadi karena impor turun tajam, meski ekspor juga menurun," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (15/3).
(Baca: Chatib Basri Perkirakan Neraca Perdagangan Kembali Defisit di Februari)
Dilihat per sektor, BPS mencatat surplus perdagangan Februari lebih banyak disumbang oleh surplus non migas sebesar US$ 790 juta, berbalik dari bulan lalu yang defisit US$ 704,7 juta. Sementara sektor migas defisit sebesar US$ 464,1 juta. Dalam komponen migas ini, defisit terjadi karena minyak mentah dan hasil minyak defisit, sementara gas mengalami surplus.
Di samping itu, kinerja ekspor masih melambat pada Februari 2019 di tengah nilai impor yang menurun tajam menyebabkan perolehan suplus perdagangan menjadi kurang maksimal. Suhariyanto mengatakan pada bulan lalu, total ekspor mencapai US$ 12,53 miliar, turun 10,03% dibanding Januari 2019. Sedangkan dibanding Februari 2018 menurun 11,33%.
Penurunan ekspor terjadi karena menurunnya ekspor non migas sebesar 9,85% dibandingkan Januari 2019 menjadi US$ 11,44 miliar. Dibandingkan peridoe yang sama tahun lalu, ekspor non migas juga turun 10,19%.
Sementara ekspor migas turun 11,85% dibandingkan bulan lalu menjadi US$ 1,08 miliar. Dibandingkan Februari 2018, ekspor migas turun 21,75%. "Februari, ekspor selalu menurun dibandingkan Januari karena jumlah hari Februari lebih pendek," ujarnya.
Di sisi lain, pada Februari 2019 impor turun drastis 18,61% dibanding Januari 2019 atau sebesar US$ 12,20 miliar. Penurunan impor terjadi di seluruh golongan, baik untuk impor konsumsi, bahan baku, maupun barang modal.
(Baca: Ekonomi Global Masih Lesu, Mendag Targetkan Ekspor Tumbuh 7,5%)
Berdasarkan sektornya, impor non migas turun 20,14% mencapai US$ 10,65 miliar dibanding Januari 2019. Sedangkan jika dibandingkan Februari 2018, impor non migas turun 13,98%. Penurunan impor non migas terbesar terjadi pada golongan mesin dan perlatan listrik sebesar 27,80%. Adapun peningkatan terbesar dicatat impor gula dan kembang gula 216,99%.
Sejalan dengan non migas, realisasi impor migas pada Februari 2019 juga tercatat lebih rendah 6,28% atau mencapai US$ 1,55 miliar dibanding bulan sebelumnya. Sementara jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dibandingkan Februari 2018, impor migas lebih rendah 30,53%. Menurut BPS, turunnya angka impor juga disebabkan oleh jumlah hari pada Februari yang lebih sedikit dibandingkan Januari lalu.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan target pertumbuhan ekspor non-migas tahun ini ditetapkan sebesar US$ 175 miliar, meningkat 7,5% dibandingkan realisasi tahun lalu sebesar US$ 162,8 miliar.
Target itu ditetapkan dengan pertimbangan kondisi ekonomi global yang saat ini dan berbagai studi yang ada. Perekonomian dunia yang masih lambat membuat pemerintah belum berani menargerkan pertumbuhan ekspor di atas 10%.