SKK Migas: Investor Masih Ragu Berinvestasi di Indonesia
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, pelaku usaha migas saat ini masih ragu berinvestasi di Indonesia. Transformasi regulasi yang sedang terjadi menimbulkan ketidakpastian aturan.
Menurut Dwi, banyak investor yang bingung. Mereka belum memahami perubahan skema kontrak dari cost recovery (pengembalian biaya operasi) menjadi gross split. Dalam skema baru itu bagi hasil pengelolaan wilayah kerja migas antara pemerintah dan kontraktor diperhitungkan di muka.
Pemerintah juga sedang mempersiapkan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang migas. “Investasinya penuh risiko, regulasinya berubah-ubah, jadi tambah bingung,” kata Dwi, di Jakarta, Selasa malam (27/3).
Investor butuh kepastian karena biaya pengeboran migas membutuhkan uang yang tidak sedikit. Dwi mengatakan, untuk di darat dananya sekitar US$ 2 miliar sampai US$ 4 miliar. Kalau di laut, nilainya bertambah lagi menjadi US$ 10 miliar sampai US$ 20 miliar. "Biayanya tinggi, tapi belum jelas hasilnya," ujarnya.
(Baca: SKK Migas Fokus Kembangkan 10 Area Migas Potensial Raksasa)
Namun, Dwi optimistis setelah revisi rencana pengembangan (PoD) Blok Masela disetujui oleh pemerintah, minat investor akan kembali lagi. Ia melihat potensi migas Indonesia masih besar. Ada 128 cekungan migas, baru 54 yang dikembangkan.