Pengusaha Ikut Lobi Filipina Minta Penghapusan Bea Masuk Kopi
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) sedang membantu pemerintah melobi Filipina untuk menghapus kebijakan special safe guard duty (SSG) ekspor produk kopi olahan. Adanya kebijakan itu dinilai menyulitkan karena dapat menghambat ekspor produk industri makanan minuman.
Ketua Gapmmi, Adhi S.Lukman mengatakan, kebijakan SSG ditetapkan tanpa melalui perundingan sebelumnya. Apalagi nilai produk yang dihambat cukup besar, yaitu US$ 600 juta (sekitar Rp 8,5 triliun). "Kita sudah berjuang bersama dengan pemerintah melakukan pendekatan dengan Filipina. Akan kita negosiasikan kira-kira apa yang akan menjadi kendalanya," ujarnya di Jakarta, Rabu (27/3).
Para pengusaha bersama pemerintah akan melihat apa permintaan dari Filipina dan bagaimana proses selanjutnya akan ditempuh. "Mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa intensif," katanya.
Pada 2018 nilai ekspor produk olahan kopi dan teh Indonesia ke Filipina tercatat US$ 421,86 juta (Rp 6 triliun) atau 61,76% dari total ekspor produknya yang mencapai US$ 683,05 juta (Rp 9,7 triliun).
(Baca: Terganjal Hambatan Dagang, Mayora Bangun Pabrik Rp 987 M di Filipina)
Adhi menilai pemerintah juga perlu mengambil langkah menyerang dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan kebijakan proteksionisme negara tujuan ekspor akibat perang dagang. Banyak negara mengenakan proteksi dagang tak hanya pada pihak yang berseteru, seperti Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, tetapi juga merembet ke Asia Tenggara.
“Persaingan dagang semakin tegang dan tajam. Banyak negara jadi ingin menyelamatkan diri sendiri, proteksionis, bahkan ASEAN," ujar Adhi.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan Muhri mengatakan, pemerintah sedang berupaya agar SSG dihapus. Meski di sisi lain, dia pun menyadari kebijakan tersebut merupakan wujud proteksionisme Filipina dalam melindungi keberlangsungan industrinya.
"Kami melihat ada tindakan proteksionisme dari Filipina. Mungkin ini ada hubungannya dengan dinamika perdagangan yang terjadi saat ini, seperti yang dilakukan Amerika Serikat, India, dan beberapa negara," kata Kasan.
(Baca: Mayora Merugi Rp 225 Miliar Akibat Hambatan Dagang Filipina)
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita sebelumnya menjelaskan pemerintah terus memperjuangkan penghapusan hambatan dagang khususnya dari Filipina untuk produk kopi olahan. Salah satu produsen dalam negeri yang telah mengekspor produk kopi olahan ke Filipina adalah PT Mayora Indonesia.
Enggar mengatakan, solusi yang ditawarkan pemerintah, dengan membuka akses pasar pisang cavendish asal Filipina. Namun, pembukaan akses pasar diyakini tidak akan mengganggu produk pisang dalam negeri karena risikonya sangat kecil.
(Baca: Kadin dan Pengamat Usulkan Solusi Ini untuk Kurangi Hambatan Non-Tarif)
Menurut Enggar, pengenaan hambatan dagang merupakan praktik yang kerap terjadi dalam perdagangan global, apalagi jika negara mitra dagang mengalami defisit yang besar dengan Indonesia. “Biarkan mekanisme pasar berlaku, tetapi jangan tutup akses pasar,” ujar dia.
Kementerian Perdagangan juga akan melakukan forum bisnis untuk meningkatkan perdagangan secara bilateral antara Indonesia dan Filipina. Khusus hambatan dagang Mayora, Enggar juga telah mengirim surat kepada Menteri Perdagangan dan Industri Filipina Ramon Lopez.