Bawaslu Waspadai Delapan Modus Jual Beli Suara dalam Pemilu 2019

Dimas Jarot Bayu
6 April 2019, 06:00
modus jual beli suara
Sejumlah warga mengikuti simulasi pemilu yang digelar KPU di SDN 02 Nagrak, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat (3/2). Bawaslu waspadai modus jual beli suara.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mewaspadai praktik politik uang melalui jual beli suara dalam Pemilu 2019. Bawaslu mencatat ada delapan modus jual beli suara yang mungkin terjadi selama penyelenggaraan Pemilu. 

Kemungkinan tersebut didasari oleh pengamatan Bawaslu terhadap aktivitas Pemilu, baik di dalam maupun luar negeri. "Kami prediksi ada delapan modus money politic dalam bentuk jual beli suara," kata Tim Asistensi Bidang Hukum Bawaslu Bachtiar Baital di Hotel Ashley, Jakarta, Jumat (5/4).

(Baca: PPATK Bongkar Modus Baru Politik Uang: Ambil Dana Jauh Sebelum Pemilu)

Bachtiar menjelaskan, salah satu modus jual beli suara adalah dengan memanfaatkan sisa surat suara yang tidak terpakai di TPS untuk dicoblos. Kemudian, surat suara tersebut nantinya diberikan kepada kubu yang sudah memesan.

Modus kedua dengan menuliskan hasil yang berbeda antara hasil pada lembar C1 plano dengan penulisan hasil pada formulir C1. Modus ketiga dilakukan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dengan mengalihkan perolehan suara dari satu atau lebih calon kepada calon lainnya dari partai politik yang sama di satu daerah pemilihan.

Kemudian, modus keempat dilakukan dengan mengalihkan suara calon yang tidak memiliki kemungkinan terpilih dengan atau tanpa persetujuan bersama. Modus selanjutnya dilakukan dengan mengalihkan suara yang diterima partai politik secara langsung dari pemilih kepada calon lain dengan persetujuan PPK atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

(Baca: Bawaslu: 2 Lembaga Asing Terakreditasi Pantau Pilpres)

Selanjutnya, modus tersebut dilakukan dengan cara calon dan saksi partai politik meminta persetujuan KPPS dan PPK. Mereka berdalih pengalihan suara merupakan urusan internal partai politik.

Modus ketujuh dilakukan dengan mengalihkan suara melalui perantara. Hal itu dilakukan dengan membayar sejumlah uang.

Terakhir, modus kecurangan yang mungkin saja terjadi yakni berupa penambahan atau pengurangan suara caleg atau partai politik dengan mengganti angka di belakang dan depan. Hal itu agar terkesan tidak teliti dalam proses rekapitulasi.

Namun, untuk mengatasi modus tersebut, Bachtiar mengatakan Bawaslu telah menyiapkan strategi pencegahan. "Dengan fungsi dan kewenangan yang kami punya, kami akan berusaha melakukan pencegahan kemungkinan terjadinya modus seperti itu," kata dia.

Bawaslu sebelumnya mencatat ada 28 kasus pelanggaran Pemilu 2019 yang telah diputuskan dalam persidangan. Dari jumlah tersebut, pelanggaran berupa politik uang paling banyak terjadi. "Paling banyak dari 28 (kasus) itu persoalan politik uang," kata Ketua Bawaslu Abhan di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (11/2).

(Baca: Luhut Tepis Jual Beli Suara saat Kunjungan ke Pesantren di Madura)

Politik uang terjadi dengan berbagai macam modus, seperti membagikan sembako kepada masyarakat. Kemudian ada pula praktik politik uang yang langsung dilakukan dengan memberikan uang kepada para pemilih atau bahkan mengiming-imingi sesuatu untuk menambah jumlah suara pemilih.

Hal tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Calon Anggota Legislatif dari Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD DKI Mandala Shoji dan Lucky Andriani. Mandala dan Lucky ketahuan membagikan kupon undian berhadiah umrah ketika berkampanye di Pasar Gembrong Lama, Johar Baru, Jakarta.

Reporter: Dimas Jarot Bayu
Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...