Hasil Hitung Cepat Unggulkan Jokowi, Masih Ada Potensi Rupiah Melemah
Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih presiden dan wakilnya sudah dilaksanakan kemarin, Rabu (17/4). Sejauh ini, perhitungan cepat (quick count) menempatkan pasangan nomor 01, Joko Widodo-Ma'aruf Amin sebagai pemenanganya. Bagaimana pengaruhnya terhadap nilai tukar rupiah?
Hingga pukul 13.23 WIB, tercatat nilai tukar rupiah menguat terdahap dolar AS. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah menguat 0,31% dari perdagangan sebelumnya. Nilai tukar saat ini tercatat Rp 14.041 per dolar AS.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam menilai, meski sejauh ini rupiah menguat, namun hal itu belum tentu bakal terjadi di pekan depan. Ada beberapa alasan yang akan melemahkan nilai tukar.
(Baca: Sri Mulyani: Faktor Wait and See Tidak Ada Seusai Pilpres 2019)
Pertama, kemenangan pasangan Jokowi-Maaruf Amin masih berdasarkan perhitungan cepat sehingga hal itu belum resmi. Terlebih, lawan politiknya, Prabowo Subianto, masih mengklaim dirinya lebih unggul. "Jadi, investor masih akan menunggu," katanya Kamis (18/4).
Alasan selanjutnya, proses Pemilu 2019 tidak berhenti pada hasil rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum. Kubu Prabowo kemungkinan besar akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi kalau hasil penghitungan itu memenangkan Jokowi.
Alasan terakhir, jika KPU sudah resmi menetapkan Jokowi pemenang dan Prabowo menerima, rupiah masih tetap dipengaruhi juga oleh kondisi global. "Kalau globalnya tetap dovish, rupiah dalam jangka menengah-panjang berpotensi menguat," kata Piter.
(Baca: Rupiah Bergerak Positif Usai Hitung Cepat Hasil Pilpres 2019)
Menurut Piter, pengumuman resmi dari KPU soal pemenang Pilpres untuk masa jabatan 2019-2024 ini, bakal membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cenderung stabil dan menguat. Namun, dengan catatan, kondisi global tetap dovish. Hingga akhir tahun ia memperkirakan rupiah akan bertahan di bawah Rp 14.000 per dolar AS.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menyebut, kemenangan Jokowi hanya sementara. "Pasar merespon positif kemenangan ini walaupun hanya temporer," kata Lana seperti dikutip dari Antara.
Pekerjaan Rumah Jokowi
Jika terpilih kembali menjadi presiden, Jokowi punya pekerjaan rumah utama, yaitu memperbaiki neraca dagang dalam lima tahun ke depan. Tahun lalu, neraca dagang Indonesia tercatat defisit US$ 8,6 miliar, terburuk dalam sejarah. Padahal dalam kepemimpinannya sejak Oktober 2014, neraca dagang tercatat mayoritas positif.
Tahun 2014, neraca negatif US$ 2,2 miliar. Setahun setelahnya, positif US$ 7,7 miliar. Tahun 2016 dan 2017, juga tercatat positif, masing-masing sebesar US$ 9,5 miliar dan US$ 11,8 miliar.
Menurut Piter, memperbaiki neraca dagang tidak bisa dalam waktu jangka pendek. Agar berkesinambungan, Jokowi harus memperbaiki struktur ekonomi secara keseluruhan. "Caranya membangun kembali industri. Ini pekerjaan rumah yang harus dikerjakan setelah berhasil membangun infrastruktur," kata Piter.
(Baca: Hasil Hitung Cepat Sementara Memenangkan Jokowi, Pasar Respons Positif)
Direktur Fitch Ratings, Thomas Rookmaaker mengatakan, terpilihnya kembali Jokowi menandakan kelanjutan kebijakan ekonomi yang fokus pada stabilitas makro, pembiayaan infrastruktur, dan peningkatan rasio pajak.
Menurut dia, fokus kebijakan pada stabilitas makro membuat pemerintahan Jokowi selama 4,5 tahun menerapkan manajemen fiskal yang sangat hati-hati. Karena itu, sejak Desember 2017, Fitch memberikan rating BBB untuk Indonesia. “Meskipun ini masuk dalam domain bank sentral, namun pemerintah telah memainkan peran pendukung penting selama beberapa tahun terakhir,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Katadata.co.id.
(Baca: Hasil Hitung Cepat Memenangkan Jokowi, IHSG Meroket ke Level 6.636,36)
Namun, masih ada beberapa agenda reformasi pemerintah yang masih penuh ketidakpastian. Perbaikan iklim investasi belum menunjukkan perubahan signifikan. Investor belum melihat adanya peningkatan pendidikan, undang-undang ketenagakerjaan yang lebih fleksibel, dan bantuan untuk pengadaan tanah.