Santunan Penyelenggara Pemilu yang Meninggal akan Dibayar Akhir Pekan
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menargetkan akhir minggu ini telah ada santunan yang diberikan kepada keluarga penyelenggara pemilu yang sakit ataupun meninggal saat bertugas. Saat ini KPU sedang menyelesaikan petunjuk teknis (juknis) pemberian santunan tersebut.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengeluarkan surat mengenai nominal santunan yang dibayarkan pemerintah. Dalam surat itu, Kementerian Keuangan menetapkan besaran santunan Rp 36 juta bagi korban meninggal.
Sementara itu penyelenggara yang luka hingga cacat permanen akan menerima santunan hingga Rp 30,8 juta, luka berat mendapat Rp 16,5 juta dan luka ringan akan mendapatkan Rp 8,2 juta. "Kami sedang buat juknis untuk verifikasi lapangan, mudah-mudahan Jumat selesai sehingga akhir minggu ini bisa dibayarkan," kata Arief di Jakarta, Senin (29/4).
Verifikasi dilakukan untuk memastikan santunan diterima pihak terkait penyelenggaraan Pemilu 2019. Selain itu pengecekan dilakukan untuk memastikan sakit yang diderita penyelenggara memang terjadi saat menyelenggarakan pesta politik lima tahunan tersebut.
(Baca: Fenomena Kelelahan Petugas KPPS yang Berujung Kematian)
"Selebihnya berdasar kondisi lapangan, misalnya kalau ada yang meninggal siapa ahli warisnya, dirawat di rumah sakit kapan," jelas Arief. Arief juga menambahkan hingga hari ini, jumlah penyelenggara yang meninggal mencapai 304 orang.
Arief mengaku dituduh tidak bermoral atas penyelenggaraan pemilu yang dinilai tak manusiawi. Meski demikian, kemampuan KPU juga terbatas dalam mencegah ini. "Dituduh Arief tidak bermoral, saya yang paling menderita (akibat jatuh korban)," keluh Arief dalam sebuah sesi diskusi hari ini.
Dalam diskusi tersebut, wacana untuk menutup pemilu serentak terlontar dari Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. Dia menginginkan ke depannya, pemilihan dibagi menjadi dua yakni pemilihan di pusat dan daerah.
Pemilihan tingkat nasional melingkupi pemilihan presiden, pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sedangkan daerah terdiri dari pemilihan gubernur, walikota, bupati, serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, kabupaten, dan kotamadya. "Presidential treshold juga dihapus karena mengakibatkan polarisasi dua kelompok," kata Titi.
(Baca: Kisah Para Pahlawan Pemilu yang Kelelahan hingga Meninggal)