Rencana Belum Matang, Menkeu Belum Hitung Anggaran Pindah Ibu Kota
Rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta butuh dana yang tak sedikit. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan, butuh dana Rp 323 triliun hingga Rp 466 triliun untuk mewujudkan rencana itu. Namun, Kementerian Keuangan belum mulai merancang anggarannya.
Kementerian Keuangan menilai wacana itu masih terlalu dini untuk dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih menunggu kajian dari Bappenas dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebelum membuat estimasi anggaran.
Salah satunya, dengan mempelajari pengalaman negara-negara lain yang pernah melakukan pemindahan ibu kota negara. "Kalau perencanaan itu matang, berarti estimasi dari anggarannya akan jauh lebih akurat. Baru kami pikirkan bagaimana teknis untuk pembiayaannya," kata Sri Mulyani ketika ditemui di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Selasa (30/4).
Sri Mulyani tak ingin Kementerian Keuangan membuat berbagai macam analisa tentang pemindahan ibu kota, sedangkan perencanaannya masih belum dilakukan secara detail dan matang.
(Baca: Rencana Pindah Ibu Kota, Jusuf Kalla Impikan Jakarta Seperti New York)
Menurutnya, saat ini Kementerian Keuangan sudah mulai merancang APBN 2020. "Sementara untuk proyek APBN 2020, memang secara siklus APBN harus sudah kami siapkan. Tentu pada Mei nanti, kami sudah mulai akan membahas awal dengan dewan," katanya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan wacana pemindahan ibu kota negara dalam rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4). Rapat dihadiri beberapa menteri, aparat pertahanan keamanan, serta pimpinan daerah.
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyiapkan dua opsi pemindahan penduduk. Pertama, ada 1,5 juta penduduk yang bakal pindah seiring dengan perpindahan ibu kota negara.
Penduduk yang akan pindah ini merupakan golongan Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota parlemen, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY), serta Polisi Republik (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Setidaknya satu keluarga mencakup empat orang anggota.
(Baca: Anies: Pembangunan Jakarta Tetap Berlangsung Meski Ibu Kota Pindah)
Bila opsi ini yang dipilih pemerintah, maka biaya yang dibutuhkan bisa mencapai Rp 466 triliun atau sekitar US$ 33 miliar. Sementara lahan yang dibutuhkan mencapai 40 ribu hektare.
Kedua, membatasi penduduk yang bakal dipindahkan menjadi hanya 184 ribu orang. Jika dihitung dengan keluarga, maka ada 870 ribu orang yang akan pindah ke ibu kota baru. Bila memilih opsi ini, maka kebutuhan pendanaannya diperkirakan hanya Rp 323 triliun atau US$ 23 miliar. Sebab, lahan yang digunakan hanya 30 ribu hektare.
Untuk pembiayaannya, Bappenas menyebut ada empat sumber pendanaan. Pertama, Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) untuk infrastruktur seperti kantor pemerintahan dan parlemen. Kedua, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyiapkan infrastruktur utama dan fasilitas sosial.
Ketiga, pembiayaan lewat Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) untuk infrastruktur lain. Keempat, swasta membikin properti perumahan dan fasilitas komersial.
(Baca: Macet dan Banjir, Alasan Jokowi Akan Pindahkan Ibu Kota dari Jakarta)