Mendagri Kembali Usulkan Penggunaan E-Voting untuk Pemilu
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kembali mengusulkan penggunaan electronic voting (e-voting) dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) mendatang. Usulan itu diungkapkan Mendagri dalam Rapat Kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Penggunaan e-voting juga akan diusulkan dalam evaluasi Undang-Undang Pemilu setelah Pemilu 2019 rampung. KPU sudah mengkaji penggunaannya untuk Pemilu 2019. Namun, dibatalkan karena masih ada beberapa kendala terkait faktor geografis serta keterjangkauan infrastruktur internet di pelosok daerah.
(Baca: DPR Minta Pemerintah dan KPU Pertimbangkan e-Voting)
Untuk memperlajari lebih dalam penggunaan sistem tersebut, Mendagri telah mengirimkan tim ke India dan Korea Selatan. "India yang jumlah penduduknya hampir 1 miliar saja bisa (memakai e-voting)," katanya di Jakarta, Selasa (7/5).
Menurut Tjahjo, e-voting bisa mempermudah proses Pemilu serentak, untuk memilih presiden dan wakil presiden serta pejabat legislatif, yang panjang dan rumit. Saat ini dalam satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) jumlah pemilihnya maksimum 300 orang. Penghitungan hasil pencoblosan semakin berat jika harus memilih banyak nama.
Proses itu semakin rumit di level Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menggunakan 15 tahapan dalam penghitungan rekapitulasi suara hasil pencoblosan. Belum lagi, proses pendaftaran dan kampanye juga memakan waktu yang cukup lama.
Karena itu, perubahan sistem pemungutan suara harus diprioritaskan. Apalagi, Pemilu 2019 telah menyebababkan ratusan petugas KPPS meninggal dunia dan ribuan orang sakit akibat kelelahan.