Alasan Garuda Gandeng Mahata, Jaringan Global Hingga Ongkos Investasi

Ameidyo Daud Nasution
8 Mei 2019, 21:19
alasan Garuda gandeng Mahata
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Pesawat Garuda di Hangar GMF,  Tanggerang,  Banten (2/3).

Maskapai nasional Garuda Indonesia menjelaskan keputusannya untuk menggandeng PT. Mahata Aero Teknologi dalam penyediaan fasilitas wireless fidelity (wi-fi) dalam pesawat. Direktur Garuda Iwan Joeniarto mengatakan Garuda telah melakukan studi kelaikan dan kajian mendalam dalam memilih Mahata sebagai rekanan.

Iwan mengatakan meski Mahata merupakan bisnis rintisan yang berdiri kurang lebih 11 bulan, namun perusahaan tersebut memiliki kontrak dengan entitas usaha internasional seperti Lufthansa System, Lufthansa Technik, Inmarsat, hingga CBN. Perusahaan-perusahaan internasional tersebut menerapkan prinsip know your customer (KYC) yang tertib dalam menentukan rekaman.

"Kami sebagai perusahaan terbuka juga lakukan kriteria vendor sebelum menjalankan bisnis," kata Iwan dalam paparan publik insidentil yang digelar di hanggar Garuda Maintenance Facilities (GMF), Banten, Rabu (8/4). 

(Baca: Kisruh Laporan Keuangan, Garuda Akui Belum Terima Bayaran dari Mahata)

Selain itu Mahata disebutnya didukung perusahaan induk yakni Global Mahata Group dengan nilai bisnis keseluruhan US$ 640,5 juta. Hal yang juga tak kalah penting adalah tawaran Mahata bahwa Garuda tak usah mengeluarkan ongkos investasi sepeser pun dan pemasukan lewat bagi hasil (revenue sharing).

"Ini konsep yang baru, zero investment," kata Iwan.

Iwan yang menyebut wifi dapat terpasang pada pesawat grup Garuda Indonesia dalam satu setengah tahun ke depan. Dia  menyatakan langkah ini bagian dari transformasi Garuda sebagai maskapai berbasis digital.

Dia menjelaskan sebelumnya penyediaan wi-fi ini sudah dilakukan maskapai lain di negara Eropa seperti Norwegia. Oleh sebab itu konsep serupa menurutnya dapat dilakukan oleh Garuda. "Mereka (Mahata) bisa mendapatkan bagi hasil, datang dari misalnya iklan, inflight connectivity, hingga hiburan," kata dia.

(Baca: Kisruh Laporan Keuangan Garuda, Kementerian BUMN Tak Bisa Intervensi)

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Fuad Rizal mengaku hingga bulan Mei ini Garuda memang belum mendapatkan pembayaran dari Mahata. Dia mengatakan saat ini manajemen sudah berbicara dengan Mahata untuk finalisasi pembiayaan dengan investor. Fuad juga menyayangkan adanya polemik laporan keuangan mengingat ini hanya transaksi bisnis biasa.

"Disayangkan karena ini kan business to business, selain itu transaksi ini juga melibatkan investor asing," kata dia.

Belum ada penjelasan Mahata sejak polemik berlangsung. Namun saat konferensi pers pemasangan wi-fi akhir tahun lalu, Presiden Direktur Mahata yakni M. Fitriansyah mengakui biaya pemasangan sepenuhnya dibebankan pada Mahata.

Namun, ke depannya akan ada bagi hasil yang dilakukan perusahaan bersama Garuda. Ini lantaran Mahata mencari pemasukan dari pengembangan bisnis wifi tersebut. "Karena kami ada kerja sama dengan tiga macam, e-commerce, advertising (iklan), dan permainan online," kata Fitriansyah saat itu.

Polemik soal laporan keuangan Garuda ini bermula saat dua Komisaris Garuda Indonesia yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak laporan keuangan Garuda 2018. Mereka menilai pencatatan akuntansi dalam laporan keuangan tersebut tidak sesuai dengan PSAK.

(Baca: Menteri Rini Serahkan Soal Harga Tiket Pesawat Garuda Mahal ke Menhub)

Menurut mereka, seharusnya Garuda Indonesia mencatatkan rugi tahun berjalan senilai US$ 244,95 juta atau setara Rp 3,45 triliun (kurs Rp 14.100 per dolar AS). Namun, di dalam laporan keuangan malah tercatat memiliki laba tahun berjalan senilai US$ 5,01 juta atau setara Rp 70,76 miliar.

Keberatan dua komisaris Garuda Indonesia tersebut didasarkan pada perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan yang ditanda tangani oleh anak usaha Garuda Indonesia, yakni Citilink Indonesia dengan Mahata. Menurut mereka, komitmen dari Mahata yang sebesar US$ 239,94 juta tidak dapat diakui sebagai pendapatan dalam tahun buku 2018.

Jumlah tersebut termasuk pendapatan dan piutang Mahata terhadap Sriwijaya Air sebesar US$ 28 juta ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar US$ 2,8 juta yang merupakan bagian bagi hasil Garuda Indonesia. Seperti diketahui, perjanjian pengadaan wifi antara Mahata dengan Citilink diperluas ke Grup Garuda Indonesia. Sriwijaya saat ini merupakan bagian dari grup tersebut.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...