Negosiasi Masalah Utang Rp 35 T Krakatau dengan 17 Bank Hampir Rampung
Bank Mandiri menyebut proses negosiasi restrukturisasi utang Krakatau Steel hampir rampung. Perusahaan baja tersebut berpeluang mengantongi persetujuan dari 17 bank kreditur-nya pada Mei ini. Bank Mandiri merupakan kreditur terbesarnya.
Krakatau Steel tercatat memiliki utang sebesar US$ 2,49 miliar atau sekitar Rp 35,1 triliun (dengan kurs Rp 14.000 per US$) pada 2018. Dari jumlah tersebut, utang ke Bank Mandiri sekitar Rp 4 triliun yang terdiri dari kredit jangka pendek senilai Rp 380 miliar dan US$ 225,6 juta.
Direktur Corporate Banking Bank Mandiri Royke Tumilaar mengatakan, proses negosiasi sudah mencapai 80% hingga 90%. "Masih ada perbedaan antara 17 bank. Masih ada satu-dua bank belum sependapat. Mudah-mudahan pekan depan sudah final," kata Royke di Jakarta, Kamis (9/5).
(Baca: Krakatau Steel Jual Anak Usaha untuk Selesaikan Utang Rp 31 Triliun)
Menurut dia, beberapa bank belum sepakat lantaran masih menunggu persetujuan dari bank pusatnya di luar negeri. Adapun salah satu poin negosiasi yaitu terkait besaran bunga untuk utang yang direstrukturisasi.
Royke menambahkan ada tiga fase pelunasan utang dalam rencana restrukturisasi Krakatau Steel. Restrukturisasi tersebut bakal berjalan dalam kurun waktu sekitar lima tahun. Fase pertama yaitu perbaikan operasional Krakatau Steel hingga mampu meningkatkan pendapatan dan akhirnya membayar utang ke 17 bank tersebut.
Fase kedua, Krakatau Steel melakukan penjualan aset untuk membayar utang yang masih tersisa dari fase sebelumnya. Para kreditur, kata Royke, memberikan waktu hingga tiga tahun untuk Krakatau Steel menjual aset-asetnya. "Aset yang tidak berhubungan langsung dengan produksi, bisa dijual untuk menutupi kewajiban Krakatau Steel," kata dia.
Sebelumnya, Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, penjualan aset bisa berupa penjualan saham secara langsung, penerbitan Dana Infrastruktur (Dinfra), atau melalui Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT). "Ini pun ada klausal buy back," kata dia.
(Baca: Krakatau Steel Resmi Ganti Direktur yang Jadi Tersangka KPK )
Royke menambahkan, sisa utang yang belum terbayarkan dari fase pertama dan kedua bakal dibayarkan oleh Krakatau Steel pada fase ketiga. Melalui fase ini, utang dibayarkan melalui obligasi konversi (convertible bonds) dengan mekanisme penerbitan saham baru (rights issue).
Royke mengatakan, dengan perbaikan kinerja Krakatau Steel yang dilakukan pada fase pertama, harga saham Krakatau Steel diyakini akan membaik. Kreditur yang mengonversi utang ke saham dapat menjual saham yang harganya membaik tersebut. "Convertible bond mungkin dalam lima tahun ke depan," kata dia.
Sebagai gambaran, harga saham perusahaan berkode emiten KRAS tersebut, berada pada level Rp 386 per saham pada penutupan perdagangan kamis (9/5). Saham KRAS mengalami koreksi sebesar 3,98% sepanjang 2019. Sedangkan dalam satu tahun belakangan, saham KRAS terkoreksi 13,45%.
Royke mengatakan, dari 17 bank yang menjadi kreditur Krakatau Steel, tidak semuanya bakal mengikuti tiga fase pelunasan utang tersebut. Namun, Bank Mandiri diperkirakan bakal ikut dalam ketiga fase tersebut.
Sebelumnya, Krakatau Steel sudah mengantongi izin pemegang saham untuk melakukan restrukturisasi utang dengan skema-skema tersebut. Izin diberikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang dilaksanakan pada 26 April lalu.
Dalam kesempatan tersebut, Silmy mengatakan, pihaknya berharap Krakatau Steel mampu membayar utang sebesar US$ 2,2 miliar, sehingga menyisakan utang sekitar US$ 600-700 juta dolar.
Selangkah Menuju Holding BUMN Tambang
Persetujuan restrukturisasi utang oleh kreditur akan memuluskan langkah Krakatau Steel untuk bergabung ke dalam holding BUMN sektor tambang yang dipimpin Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, restrukturisasi utang Krakatau Steel perlu dilakukan agar tidak menganggu keseimbangan neraca keuangan Inalum. Apalagi, Inalum memiliki utang dalam bentuk obligasi global.
"Supaya nanti pada saat dimasukkan (ke dalam holding), kami kan ada outstanding global bond, itu tidak membuat (berat) posisi balance sheet-nya Inalum terhadap global bond," kata Budi Gunadi kepada katadata.co.id di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, beberapa waktu lalu.
(Baca: Gabung Holding BUMN, Krakatau Steel Optimistis Kinerja Akan Naik)
Budi menilai masuknya Krakatau Steel ke dalam Holding BUMN Tambang tergantung seberapa cepat manajemen Krakatau Steel bisa melakukan kesepakatan dengan bank-bank pemberi pinjaman. "Jadi, tahap pertama memang restrukturisasi dulu," kata dia.