Pasang Bunga Pinjaman Melebihi Batas, Izin 2 Fintech Terancam Dicabut
Izin operasi dua perusahaan teknologi finansial (fintech) di bidang pinjaman terancam dicabut Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kedua fintech pinjaman tersebut dilaporkan oleh masyarakat lantaran memasang bunga pinjaman melampaui batas atas yang disepakati dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, kedua fintech tersebut telah mendapat peringatan keras secara tertulis dari AFPI. “Kalau terbukti masih melakukan kesalahan lagi, maka mereka akan dicabut tanda keanggotaannya (dari AFPI) dan kami dengan sendirinya mencabut pendaftarannya (izin OJK),” kata dia di Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (9/5).
Ia menjelaskan, AFPI menetapkan biaya pinjaman, termasuk bunga, biaya administrasi, dan sebagainya maksimal 0,8% per hari. Batas atas tersebut ditetapkan lewat kajian yang mengacu pada regulasi fintech pinjaman di Inggris. “Setiap mereka membebankan bunga yang lebih dari kesepakatan, maka akan dilakukan cash back kepada peminjam,” kata dia.
(Baca: Dirilis Usai Lebaran, LinkAja Siapkan Fitur Pembayaran hingga Pinjaman)
Akumulasi bunga hanya berlaku maksimal hingga hari ke-90. Jika peminjam gagal membayar sesuai periode maksimal tersebut, maka penghitungan denda tidak boleh melebihi 100% dari nilai pokok pinjaman. Ini artinya, total kewajiban yang harus dibayar peminjam akan sama, meskipun keterlambatan melebihi 90 hari.
Meski demikian, menurut Hendrikus, peminjam akan masuk ke daftar hitam (blacklist) di Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil) yang kini tengah dibuat oleh OJK berkolaborasi dengan AFPI. Dengan begitu, peminjam akan kesulitan mengajukan pinjaman selanjutnya ke fintech maupun lembaga keuangan lainnya.
Ia mengatakan, basis kesepakatan antara fintech dengan AFPI adalah kitab hukum perdata sehingga kekuatannya setara dengan undang-undang lainnya yang ada di Indonesia.
Adapun pelanggaran tingkat bunga yang dilakukan oleh kedua fintech pinjaman tersebut terjadi karena adanya teknik penghitungan bunga yang keliru. “Ada yang mengatakan itu (tingkat bunga) dihitung depan dan belakang, artinya terjadi dispute (perdebatan) oleh mereka,” ujar Hendrikus.
Menurut dia, AFPI belum bisa menetapkan apakah hal itu murni kesalahan dari kedua fintech tersebut atau bukan. Meskipun masih dalam tahap pembahasan, ia mengatakan bahwa AFPI telah melakukan tindakan yang tegas untuk kedua fintech tersebut.
(Baca: Amartha Klaim Peminjam yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan Turun 22%)
Hendrikus enggan menyebut nama kedua fintech pinjaman tersebut karena berlawanan dengan kode etik. Yang jelas, nasib kedua fintech tersebut akan ditentukan oleh komite etik AFPI. “Dalam industri fintech lending, setiap orang bisa saja berbuat salah. Tinggal diukur, apakah kesalahannya disengaja atau tidak,” ujarnya.
Per 3 Mei 2019 OJK mencatat terdapat 113 fintech pinjaman yang telah terdaftar dan memegang izin dari lembaganya. Dari jumlah tersebut, 107 entitas merupakan penyelenggara bisnis konvensional, sedangkan enam lainnya penyelenggara bisnis syariah. Total pinjaman yang disalurkan fintech tersebut mencapai Rp 33,2 triliun per Maret 2019.