Lesu Manufaktur hingga Pariwisata Perlebar Defisit Transaksi Berjalan

Agatha Olivia Victoria
11 Mei 2019, 16:09
Uang dolar
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Defisit transaksi berjalan pada kuartal I-2019 sebesar US$ 7 miliar atau setara 2,6% dari produk domestik bruto (PDB). Meski lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai US$ 9,2 miliar atau 3,6% dari PDB, namun bila dibandingkan dengan kuartal I 2018, defisit tersebut melebar. Sebab CAD kuartal I-2018 sebesar 2,01% dari PDB setara US$ 5,19 miliar.

Secara rasio, defisit tersebut merupakan yang terburuk untuk periode kuartal I sejak 2013 yang tercatat sebesar US$ 6 miliar atau 2,61% PDB. "Salah satu faktor melebarnya CAD karna terjadi penurunan pertumbuhan industri manufaktur," kata Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira saat diwawancarai Katadata (11/5).

Selama kuartal I 2019, industri manufaktur tumbuh di bawah 4%. Hal ini menjadi indikator terkoreksinya permintaan bahan baku dan impor barang modal. Selain itu, melambatnya impor barang konsumsi juga menjadi indikator stagnansi konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 5%.

(Baca: Strategi Bappenas Atasi Defisit Transaksi Berjalan dalam Lima Tahun)

Perkembangan harga minyak mentah dunia juga sedang berfluktuasi di atas US$ 70 per barrel. Kenaikan ini juga menjadi faktor Defisit Transaksi Berjalan Indonesia melebar. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian merencanakan pemberhentian impor migas mulai bulan depan.

Hanya, Bhima tak setuju jika kondisi ini harus disikapi dengan pembatasan impor. Sebab, kebutuhan migas setiap tahunnya konsisten naik, sementara kilang minyak di Indonesia belum tersedia optimal. "Kebijakan lewat B20 juga realisasinya masih di bawah target," ungkapnya. 

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...