BI Ubah Proyeksi Defisit Transaksi Berjalan Lebih Tinggi Hingga 3%
Bank Indonesia (BI) mengubah proyeksi defisit transaksi berjalan tahun ini menjadi 2,5%-3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih tinggi dibanding proyeksi sebelumnya, yang sebesar 2,5% dari PDB.
Perubahan proyeksi defisit transaksi berjalan ini diungkapkan Gubernur BI Perry Warjiyo pada konferensi pers selepas Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Kamis (16/5).
Menurutnya, proyeksi defisit transaksi berjalan perlu diubah, karena kinerja ekspor sulit diandalkan tahun ini. Proyeksi baru tersebut ia katakan juga sudah mempertimbangkan upaya maksimal pemerintah dalam menekan defisit transaksi berjalan.
Perry menganggap pertumbuhan ekspor bakal sulit tercapai karena sejumlah tantangan, seperti pertumbuhan mitra dagang utama Indonesia, yakni Tiongkok dan Amerika Serikat (AS), yang mengalami perlambatan.
Ekspor Indonesia memang didominasi ke dua negara ini, sehingga perlambatan ekonomi Tiongkok dan AS otomatis akan berpengaruh signifikan kepada ekspor komoditas ke Tiongkok dan ekspor barang manufaktur ke AS.
Meski demikian, Perry mengungkapkan ekspor ke mitra dagang lain, seperti India dan Spanyol masih terjaga, khususnya dengan India yang merupakan salah satu destinasi ekspor minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO).
"Ekspor ke mitra dagang lain, akan mampu menopang ekonomi di luar Jawa yang ditopang ekspor komoditas," kata Perry.