Vonis 8 Tahun Penjara, Eks Dirut Pertamina: Allahu Akbar, Saya Banding
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Agustiawan mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terkait kasus dugaan korupsi investasi Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia. Hakim Tipikor memvonis Karen hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider empat bulan penjara.
Seusai membacakan putusan, Hakim Ketua Emilia Djaja Subagja menanyakan apakah para pihak dalam kasus tersebut akan menerima, pikir-pikir, atau mengajukan banding. Sontak, Karen langsung menyuarakan pendapatnya secara tegas.
"Innalillahi wa inna'ilaihi raji'un. Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Majelis hakim, saya banding," kata Karen di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/6).
(Baca: Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 8 Tahun Penjara)
Jawaban Karen itu disambut riuh oleh keluarga dan jajaran pegawai Pertamina. Mereka turut hadir untuk menyaksikan persidangan yang mendudukkan Karen di kursi terdakwa.
Selain Karen, kuasa hukumnya, Soesilo Aribowo juga menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim. Soesilo pun meminta agar majelis hakim dapat mempercepat memberikan salinan putusan kepada pihaknya.
"Sehingga kami bisa membuat memori banding secara sempurna," kata Soesilo.
Tak hanya itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menyatakan akan melakukan banding atas putusan majelis hakim. Hal tersebut dilakukan mengingat putusan majelis hakim jauh lebih rendah dari tuntutan mereka.
(Baca: Pledoi Karen, Keputusan Pertamina Akuisisi BMG Tak untuk Perkaya Diri)
Sebelumnya, JPU menuntut majelis hakim menghukum Karen dengan pidana 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan. Karen juga diperintahkan membayar uang pengganti Rp 284 miliar dalam kasus tersebut.
Untuk diketahui, majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Karen terbukti bersalah melakukan korupsi dalam kasus investasi di Blok BMG. Majelis hakim menilai Karen telah melanggar Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Karen terbukti merugikan keuangan negara dan memperkaya orang lain atau korporasi dalam kasus tersebut. Karen juga dianggap telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai Direktur Pertamina ketika berinvestasi di Blok BMG.
Hal itu dilakukan Karen bersama-sama dengan mantan Direktur Keuangan Pertamina Frederick ST Siahaan, mantan Manager Merger & Acquisition (M&A) Direktorat Hulu Pertamina Bayu Kristanto, dan Chief Legal Councel and Compliance Pertamina Genades Panjaitan Genades Panjaitan.
Persoalan tersebut terjadi karena Karen dkk pada 2009 membeli sebagian aset di Blok BMG Australia melalui Interest Participating (IP) tanpa didasari kajian kelayakan atau feasibility study berupa kajian secara lengkap (final due dilligence). Investasi di Blok BMG itu juga tidak didasarkan pada analisa risiko yang dilakukan oleh konsultan keuangan Deloitte.
Padahal, Deloitte telah menyatakan bahwa sangat berisiko jika Pertamina mengakuisisi sebagian aset di Blok BMG. Selain itu, penandatanganan Agreement for Sale and Purchase BMG Project tanggal 27 Mei 2009 senilai US$ 31,91 juta tidak didasari persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris Pertamina.
Lebih lanjut, produksi minyak mentah yang dihasilkan di Blok BMG jauh di bawah perkiraan Pertamina. Produksi di Blok BMG juga terhenti pada 2010 karena Roc Oil Company Ltd Australia merasa produksi di Blok BMG tidak ekonomis jika diteruskan.
Hal tersebut lantas membuat penggunaan dana investasi sebesar US$ 31,492,851 serta biaya-biaya yang timbul lainnya sejumlah AU$ 26,808,244 tidak memberikan manfaat atau keuntungan kepada Pertamina dalam menambah cadangan dan produksi minyak. Sebagaimana laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik DRS Soewarno, Karen telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 568,06 miliar.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai perbuatan Karen yang memberatkan karena tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Hakim juga menilai korupsi yang dilakukan Karen merupakan kejahatan luar biasa.
"Terdakwa juga merasa tidak bersalah," kata Emilia.
Sementara itu, pertimbangan majelis hakim yang meringankan, yakni Karen bersikap sopan selama persidangan berlangsung. Karen pun belum pernah dihukum sebelumnya.