Kominfo Perkirakan UU Perlindungan Data Rampung sebelum Oktober
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memperkirakan rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) rampung sebelum Oktober 2019. Sebab, RUU tersebut sudah selesai secara substansi.
Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi dan Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, RUU PDP telah selesai dibahas dan tinggal menunggu proses sinkronisasi di Kementerian Sekretariat Negara (Setneg).
“DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) inginnya sebelum Oktober (RUU PDP sudah rampung), kami sedang menunggu karena ada penyelarasan lagi,” ujar Semuel saat ditemui di kantornya, Rabu (12/6).
(Baca: Isu Peretasan Bukalapak dan Pentingnya UU Perlindungan Data Pribadi)
Ia menjelaskan, Setneg perlu menyelaraskan RUU tersebut agar tidak bersinggungan dengan regulasi lainnya. “Karena (RUU PDP) itu sudah ada di tangan Presiden, maka harus dicek lagi,” ujarnya.
Di antara instansi yang dilibatkan dalam proses sinkronisasi ini adalah Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Kementerian Dalam Negeri. Sebab, instansi tersebut juga mengurusi data kependudukan.
Dukung Inisiatif Pertukaran Data di G20
Adapun isu pertukaran data dan informasi global menjadi salah satu topik yang disinggung dalam G20.
Dalam Pertemuan Menteri Perdagangan dan Menteri Digital Negara G20, inisiatif Data Free Flow with Trust (DFFT) yang diajukan oleh Jepang sebagai Presidency G-20, Indonesia menyatakan dukungannya terkait inisiatif tersebut. Namun, dengan persyaratan dan tetap memperhatikan kerangka legal masing-masing negara dan perlindungan data.
Menteri Kominfo Rudiantara mengatakan, Indonesia tidak bisa menghindar dari data free flow. Di sisi lain, hal itu berpeluang menciptakan kegiatan ekonomi baru yang bernilai miliaran dolar AS.
“Karena semua data harus dipertukarkan dan data free flow ini secara global kalau bisa diterapkan mungkin dua sampai tiga tahun ke depan, sebab dalam setahun itu bisnisnya bisa mencapai ratusan miliar,” ujar Rudiantara saat ditemui di kantornya.
(Baca: Lima Kebijakan jadi Utang Kominfo pada 2019)
Contohnya, perusahaan penerbangan yang ingin melakukan pemeriksanaan berkala, manual, sehingga perhitungan jam terbang melalui data free flow setiap kali selesai terbang datanya menjadi penting untuk diketahui kondisi terkini.
“Semua data ini dipertukarkan. Karena dipertukarkan, Indonesia harus membuat yang namanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP),” ujarnya.
Indonesia, menurut dia, telah sepakat dengan hadirnya DFFT termasuk para partisipan G20 lainnya. Sebab, ia optimistis dalam 10 tahun mendatang Indonesia berpotensi masuk ke dalam 10 besar atau bahkan masuk ke dalam G7. “Sehingga ekonomi Indonesia menjadi luar biasa dan itu yang harus kita siapkan,” ujarnya.
(Baca: Kominfo Targetkan RUU Perlindungan Data Pribadi Dibahas Awal 2019)
Hanya, kehadiran DFFT tidak serta merta membebaskan pertukaran data Indonesia ke luar negeri ataupun sebaliknya. Karena itu, Indonesia membutuhkan ekosistem untuk menghadapi kehadirannya khususnya soal perlindungan data privasi.
“Kami pun minta apabila DFFT diterapkan, maka harus respek kepada legal framework (kerangka hukum) yang ada di negara G20 maupun secara internasional, sehingga tidak bisa langsung (dilakukan pertukaran data) begitu saja,” ujarnya. Legal frameworks ini untuk memisahkan antara data pribadi dengan nonpribadi.
Adapun, ia menjelaskan bahwa inisiatif DFFT nantinya tidak akan diatur dalam UU PDP. “(Inisiatif) ini hanya akan dimuat dalam negara G20 saja, jadi UU PDP nanti hanya mengatur bagaimana untuk menata pertukaran data,” ujarnya. Ia menjelaskan, hadirnya UU PDP karena data harus dipertukarkan, namun nilai tambah ekonomi tidak ada.