OJK Sebut 90% Penyaluran Pinjaman Masih di Pulau Jawa
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa 90 % penyaluran pinjaman masih berada di Pulau Jawa. Per 23 Mei 2019, penyaluran pinjaman di luar Pulau Jawa hanya Rp 5,2 triliun, sedangkan di Pulau Jawa Rp 31,8 triliun.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, hal itu terjadi karena minimnya informasi mengenai pendanaan financial technology (fintech) pinjam-meminjam (lending) oleh masyarakat di luar Pulau Jawa. “Padahal kehadirannya bisa sebagai alternatif untuk pendanaan selain dari perusahaan pembiayaan pasar modal maupun perbankan,” katanya kepada Katadata.co.id saat ditemui dalam acara AFPI C Summit 2019 di Bekasi, Jumat (14/6).
Pendanaan dari perbankan, menurut dia, memang lebih dikenal secara umum oleh masyarakat di berbagai daerah. Hanya, persyaratan untuk meminjam di perbankan dianggap lebih rumit dibandingkan lewat fintech lending. Fintech lending seharusnya bisa menjadi alternatif pendanaan yang tepat bagi masyarakat khususnya mereka yang tidak memiliki akun bank (unbanked) dan yang punya akun tetapi butuh dana cepat (underserve).
(Baca: Fintech Alumnia Targetkan Investasi Rp 10 Miliar Tahun Ini)
Ia melanjutkan, informasi yang selalu lebih unggul di Pulau Jawa dibandingkan di luar daerah tersebut membuat akses informasi terhadap fintech lending juga menjadi minim diketahui oleh masyarakat. Hal ini terbukti dari data OJK per 23 Mei 2019, dari 113 fintech lending yang terdaftar atau berizin, yang berdomisili di luar Jabodetabek hanya empat fintech lending. “(Fintech lending) dari luar Pulau Jawa baru dari Lampung saja,” ujarnya.
Karena itu, menurut dia, sudah menjadi tugas bersama, baik instansinya, asosiasi, maupun media, untuk turut mensosialisasikan fintech lending serta peranan dan manfaatnya bagi masyarakat yang membutuhkan pendanaan. “Kami ingin mendorong agar sosialisasinya lebih dikenal oleh masyarakat,” ujar Hendrikus.
Ia melanjutkan, salah satu caranya dengan memberikan syarat baru pemberian izin untuk fintech lending. Perusahaan harus melakukan izin minimal di 12 daerah dan enam daerah dari luar Jawa.
OJK juga mendorong inisiasi dari Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk melakukan sosialisasi fintech lending ke berbagai daerah. Dalam waktu dekat sosialisasi ini akan dilakukan ke wilayah Papua. “Kami pun akan mendorong para putra daerah setempat untuk membuat perusahaan fintech lending sendiri di daerah tersebut,” ujarnya. Ia mengatakan, tujuannya adalah agar menciptakan kesamaan kultur antara penyelenggara dan peminjam serta membangun perekonomian di wilayah setempat.
(Baca: OJK Lihat Potensi Kredit Tumbuh Hingga 14% pada 2020)
Saat ini terdapat 110 fintech lending yang sedang dalam proses pendaftaran ke OJK. Hendrikus berharap agar ke depannya industri fintech lending bisa lebih sehat dan bermanfaat bagi masyarakat luas. “Jadi ketika mereka datang untuk mendaftar ke OJK, kami akan tanyakan empat pertanyaan kepada mereka,” ujarnya.
Pertama, OJK menanyakan permasalahan apa yang ada di masyarakat yang ingin fintech lending tersebut selesaikan. Kedua, mengenai visi dan misi perusahaan tersebut. Ketiga, mengenai program kerja perusahaannya. Terakhir, mengenai ekosistem perusahaannya seperti target pemberi pinjaman (lender), peminjam (borrower), hingga mekanisme peminjaman.
Jumlah penyaluran jumlah pinjaman yang disalurkan oleh fintech lending terdaftar dan diawasi oleh OJK hingga April 2019 sebesar Rp 37,01 triliun. Nilai ini meningkat sebesar 63,30 % dibandingkan akhir tahun lalu atau year to date (ytd) sebesar Rp 22,66 triliun.
Adapun, jumlah rekening pemberi pinjaman (lender) sebanyak 456.352 rekening. Nilai ini tumbuh 119,92% dibandingkan posisi akhir tahun lalu sebesar 207.507 rekening. Jumlah rekening peminjam (borrower) juga meningkat sebesar 78,26% dari 4,35 juta menjadi 7,77 juta rekening.
(Baca: Asosiasi Beri Sanksi Dua Fintech yang Pasang Bunga Pinjaman Tinggi)