BI: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Akan Tertahan Akibat Perang Dagang
Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2019 tidak jauh berbeda dengan tingkat pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang berada di angka 5,07%. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menuturkan pertumbuhan ekonomi melandai akibat kinerja ekspor yang menurun.
Namun, ekspor sejumlah komoditas seperti kimia, besi dan baja, batubara dan minyak nabati masih relatif baik. "Eskalasi ketegangan hubungan dagang Amerika Serikat (AS)-Tiongkok berdampak pada penurunan kinerja ekspor Indonesia karena terbatasnya permintaan dunia dan turunnya harga komoditas," kata Perry di kantornya, Jakarta (20/6).
Koordinasi pemerintah, menurut dia, sangat penting untuk membuka peluang dagang dan menggenjot ekspor. Indonesia perlu bisa memanfaatkan peluang ekspor ke AS terutama pada sektor-sektor yang ditinggalkan Tiongkok. "Kimia, besi, baja, garmen, elektronik dan mesin peralatan merupakan komoditas yang bisa ditembus ke pasar AS," ujarnya.
Dari sisi impor, kinerjanya pun menurun karena investasi swasta non-bangunan yang belum naik. Selain itu, permintaan domestik yang tumbuh terbatas mengakibatkan impor diperkirakan menurun pada kuartal II-2019.
Ke depan, upaya untuk mendorong permintaan domestik perlu ditingkatkan khususnya investasi swasta untuk memitigasi dampak negatif perlambatan ekonomi dunia. Bank sentral memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 berada di kisaran 5%-5,4%.
(Baca: Efek Lebaran, Darmin Optimistis Ekonomi Kuartal II Tumbuh 5,2%)
BI Tahan Suku Bunga di 6%
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) siang tadi memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00%, suku bunga deposit facility sebesar 5,25%, dan suku bunga lending facility sebesar 6,75%.
Untuk menambah ketersediaan likuiditas perbankan dalam pembiayaan ekonomi, BI memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah sebesar 50 basis poin. GWM Bank Umum Konvensional menjadi 6,0% dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah menjadi 4,5%. Adapun GWM rerata masing-masing tetap sebesar 3,0%.
Perry mengatakan, Bank Indonesia akan terus mencermati kondisi pasar keuangan global dan stabilitas eksternal perekonomian Indonesia dalam mempertimbangkan penurunan suku bunga. "Kebijakan ini sejalan dengan rendahnya inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri," ujarnya.
(Baca: BI Kembali Tahan Suku Bunga 6% dan Turunkan Giro Wajib Minimum Rupiah)