TGPF Sebut Balas Dendam Jadi Motif Penyerangan Novel Baswedan
Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menyebut tindakan penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan sebagai aksi balas dendam. Pasalnya, Novel kala itu sedang menyelidiki enam kasus. Namun, TPF belum bisa menyimpulkan kasus mana saja yang menyebabkan aksi balasan tersebut.
"TGPF meyakini kasus-kasus itu berpotensi menimbulkan serangan balik atau balas dendam karena terdapat penggunaan kewenangan yang berlebihan," ungkap Tim Pakar TGPF Nur Kholis kepada wartawan dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu, (17/7).
Ada lima kasus yang ketika itu secara langsung ditangani oleh Novel. Kelima kasus itu adalah kasus e-KTP, kasus mantan hakim Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, kasus Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Agung (MA), kasus Bupati Buwol, dan kasus Wisma Atlet.
Nurcholis melanjutkan, terdapat satu kasus tersisa, yaitu kasus sarang burung walet di Bengkulu. Penanganannya tidak secara langsung dieksekusi oleh Novel dan penyidik KPK lainnya. Akan tetapi potensi balas dendam dalam kasus tersebut juga cukup tinggi.
"Semua harus dipertimbangkan bahwa rata-rata kasus yang ditangani KPK melibatkan high profile. Kami menduga dugaan-dugaan pelaku ini tidak hanya melakukan sendiri tapi melibatkan orang lain," katanya.
(Baca: Alasan TGPF Periksa Eks Kapolda Metro Jaya dalam Kasus Novel)
TGPF juga menduga motif penyiraman air keras kepada Novel pada 11 April 2017, tidak bertujuan untuk membuatnya meregang nyawa melainkan hanya melukai. Hal itu lantaran bahan kimia yang terkandung dam air kerasnya hanya berbahan kimia asam sulfat atau berkadar tidak larut. Dampak siraman itu juga terlihat dari tidak terdapat kerusakan pada baju gamis yang dikenakan Novel.
Nurhcolis mengakui terdapat sejumlah kendala yang dialami oleh timnya dalam menginvestigasi kasus ini. Bukti-bukti kamera pengawas atau CCTV yang kurang akurat dan minimnya saksi disebut sebagai penyebab lambatnya proses penemuan pelaku penyiraman Novel.
"Penyiraman itu hampir tidak ada saksi, bahkan korban betul-betul tidak bisa mengenali dan lagi pelaku menggunakan helm full face," ucap Nur Kholis.
Terkait hal ini, TGPF pun menyebut perlu adanya tim lain yang bekerja secara teknis dalam menangani kasus tersebut. Sehingga nantinya terdapat orang-orang yang ahli dalam melakukan proses identifikasi yang selama ini dianggap tim tidak mampu melakukannya.
(Baca: Pemeriksaan Jenderal dan Fakta Menarik Temuan TGPF Novel Baswedan)