Uang Digital Facebook Ditolak karena Alasan Regulasi hingga Keamanan

Image title
Oleh Abdul Azis Said
19 Juli 2019, 06:16
mata uang digital Facebook, mengapa Libra dilarang, alasan Libra dilarang berbagai pihak
ANTARA FOTO/REUTERS/Dado Ruvic
Ilustrasi Libra, mata uang digital Facebook. Berbagai kalangan meminta Facebook memastikan keamanan data pengguna terlindungi jika perusahaan ini meluncurkan Libra.

Libra, mata uang digital milik Facebook, belum lagi diluncurkan tetapi banyak pihak menolak kehadirannya. Pendiri Facebook Mark Zuckerberg memiliki harapan besar terhadap Libra yang akan merevolusi transaksi keuangan dan menekan biaya pengiriman uang serendah mungkin. Namun, pihak=pihak yang tak setuju mengajukan dalil pelanggaran regulasi hingga alasan keamanan siber.

Salah satu pihak  yang terang-terangan menolak kehadiran Libra adalah Presiden Amerika Serikat Donald Trump. “Saya bukanlah penggemar Bitcoin dan cryptocurrency lainnya, mereka bukanlah uang, dan nilainya sangat fluktuatif karena didasarkan pada hal yang tidak berwujud,” kata Trump dalam cuitan di akun Twitter-nya. 

Cuitannya ini sontak menjadi topik di sejumlah media internasional karena disampaikan beberapa hari sebelum Facebook melakukan dengar pendapat dengan Komite Perbankan Parlemen Amerika Serikat (AS) pada 16 Juli kemarin. Alasan apa saja yang membuat Trump dan sejumlah anggota Parlemen AS menolak Libra?

Libra Tak Sesuai dengan Undang-Undang

Facebook rupanya menangkap sinyal penolakan yang berdatangan dari kalangan birokrasi. Sistem yang ditawarkan Libra dinilai masih perlu dikaji. Menanggapi hal tersebut , Kepala Calibra, David Marcus, menyatakan Facebook tidak akan meluncurkan Libra hingga Parlemen AS memberi restu untuk penggunaan uang digital tersebut.

“Ya, Libra akan mematuhi semua peraturan AS dan tidak diluncurkan sampai kekhawatiran anggota parlemen AS telah dijawab,” ujarnya seperti dikutip TechCrunch, Selasa, (16/7)

Harapan Facebook untuk merilis mata uang digital ini agaknya kian kabur seiring wacana penerbitan rancangan UU bernama “Keep Big Tech Out of Finance Act” yang sedang dikaji oleh Komite Jasa Keuangan Parlemen AS. RUU tersebut mengusulkan agar perusahaan teknologi yang memiliki platform daring dengan pendapatan lebih dari US$ 25 miliar per tahun dilarang menerbitkan mata uang kripto. Jika melanggar, mereka akan didenda sebesar US$ 1 juta per hari.

(Baca: Trump Minta Facebook Patuhi Aturan jika Ingin Luncurkan Libra)

Jika RUU ini resmi berlaku, jelas ini menjadi kabar buruk bagi Facebook. Pasalnya dengan aturan tersebut Facebook tentu tak dapat memuluskan peluncuran mata uang Libra di AS, mengingat perusahaan ini juga memenuhi syarat untuk disebut dalam RUU itu sebagai salah satu perusahaan yang dilarang menerbitkan mata uang kripto. Tahun lalu, Facebook membukukan pendapatan US$ 55 miliar atau dua kali lipat dari angka minimum yang disebutkan dalam RUU itu.

Libra juga bakal menghadapi kendala yang sama di Indonesia jika konsep yang dibawanya adalah sebagai mata uang yang setara dengan rupiah dan dapat dipergunakan sebagai alat transaksi. Berdasarkan UU Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang, pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa rupiah adalah mata uang Indonesia. Pasal 23 ayat (1) juga menyebutkan, masyarakat dilarang menolak rupiah jika dimaksudkan sebagai alat pembayaran, sehingga rupiah menjadi satu-satunya alat yang dapat digunakan untuk bertransaksi.

(Baca: AS Siapkan Aturan Larang Perusahaan Teknologi Rilis Mata Uang Kripto)

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menyediakan regulasi khusus yang diatur dalam Permendag No. 99 tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset). Seperti Bitcoin, nantinya Libra hanya bersifat komoditas yang dapat dibeli dengan rupiah dan diperdagangkan di Bursa Berjangka, bukan sebagai mata uang. Pemerintah juga menyediakan badan khusus yang bertugas melakukan pembinaan, pengawasan, dan pembinaan Kripto, yakni melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter di Indonesia juga memiliki regulasi yang lebih rinci mengatur penggunaan mata uang rupiah ketimbang yang ada di UU Nomor 7 tahun 2011. Dalam Peraturan BI (PBI) Nomor 17 tahun 2015 pasal 2 ayat (1) disebutkan, "Setiap pihak wajib menggunakan rupiah dalam transaksi yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia."

Transaksi yang dimaksudkan meliputi berbagai transaksi keuangan, baik tunai maupun non-tunai. Pengecualiannya hanya pada transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penerimaan atau memberi hibah dari atau ke luar negeri, transaksi perdagangan internasional, simpanan dalam valuta asing (valas) di bank, dan transaksi pembiayaan internasional.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...