Setelah Sempat Anjlok Hingga 7%, Harga Minyak Hari Ini Stabil
Harga minyak naik sekitar 1% pada perdagangan Jumat (2/8). Harga minyak jatuh cukup dalam pada Kamis (1/8) kemarin setelah Presiden AS Donald Trump mengambil langkah untuk mengenakan tarif baru terhadap impor asal Tiongkok sebesar 10% yang akan mulai berlaku 1 September 2019 mendatang.
Mengutip Reuters, minyak mentah jenis Brent merosot lebih dari 7% pada Kamis, yang merupakan penurunan tertajam dalam lebih dari tiga tahun. Sedangkan harga minyak mentah AS turun hampir 8%, yang menjadi penurunan terburuk dalam lebih dari empat tahun terakhir.
Sedangkan hari ini, minyak mentah jenis Brent naik US$ 67 sen, atau 1,1%, menjadi US$ 61,17 per barel. Sedangkan harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) naik US$ 50 sen, atau 0,9%, pada US$ 54,45 per barel.
Trump mengatakan pada Kamis (1/8), bahwa dia akan mengenakan bea masuk tambahan 10% kepada impor barang asal Tiongkok senilai US$ 300 miliar mulai 1 September dan dapat menaikkan tarif lebih lanjut jika Presiden Cina Xi Jinping tidak bergerak lebih cepat untuk mencapai kesepakatan perdagangan.
(Baca: Harga Minyak Turun Karena Penurunan Bunga Acuan The Fed Terbatas)
Pengumuman tersebut memperluas tarif baru yang dikenakan Trump ke hampir semua impor Tiongkok ke AS dan menandai berakhirnya gencatan senjata sementara dalam perang dagang yang telah mengganggu rantai pasokan dan mengguncang pasar keuangan global.
ANZ Research mengatakan bahwa harga minyak telah berada di bawah tekanan sebelum pengumuman tarif, dengan data manufaktur AS yang lemah meningkatkan kekhawatiran tentang lemahnya permintaan untuk minyak. Aktivitas manufaktur AS melambat ke level terendah dalam tiga tahun terakhir pada Juli 2019.
Sementara itu belanja konstruksi turun pada Juni karena investasi pada proyek konstruksi swasta jatuh ke level terendah dalam satu hingga dua tahun. Alhasil, total permintaan minyak AS pada Mei turun 98.000 barel per hari menjadi 20,26 juta barel per hari.
Di sisi lain produksi minyak negara-negara OPEC dan mitra termasuk Rusia dalam aliansi yang dikenal sebagai OPEC +, telah membatasi produksi tahun ini untuk mendukung harga minyak di pasar. Pada bulan Juli, produksi minyak negara-negara OPEC turun ke level terendah sejak 2011 berkat pemotongan produksi lebih lanjut oleh produsen utama minyak dunia, Arab Saudi.
(Baca: Jusuf Kalla: Investasi Energi Fosil Murah Tapi Biaya Operasinya Mahal)